New Templates

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 14 Oktober 2011

Melaksanakan Syari'at Islam Dengan Benar

Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdullah Al-Anshori rodhiallohu ‘anhu. Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa pendapatmu bila aku telah sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, aku menghalalkan yang halal, dan mengharamkan yang haram, dan aku tidak menambah amalan selain itu, apakah aku akan masuk surga?” Nabi menjawab, “Ya” (HR Muslim)
Masuk Surga
Apabila sebuah amalan dikatakan bahwa pelakunya masuk surga maka maksudnya:
  1. Amalan tersebut merupakan sebab masuknya dia ke surga setelah memenuhi seluruh syarat dan ternafikanya seluruh mawani’ (penghalang).
  2. Melakukan amal tersebut dengan dilandasi tauhid.
Masuk surga ada dua makna, yaitu:
  • Langsung masuk surga tanpa masuk neraka sama sekali.
  • Masuk surga setelah sebelumnya masuk neraka.
Tidak masuk surga ada dua makna, yaitu:
  • Tidak masuk surga sama sekali.
  • Tidak langsung masuk surga.
Menghalalkan Yang Halal Dan Mengharamkan Yang Haram
Menghalalkan yang halal maknanya adalah, meyakini halalnya semua yang dihalalkan Alloh. Termasuk yang dihalalkan Alloh semua yang diwajibkan, yang disunahkan dan yang mubah. Mengharamkan yang haram maknanya adalah, meyakini haramnya semua yang diharamkan Alloh dan meninggalkannya. Dengan demikian barang siapa menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dengan makna seperti tersebut di atas, dan konsekuen pasti masuk surga.

Malu sebagian dari iman

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshari Al-Badri rodhiyallohu ‘anhu Dia berkata: Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya sebagian ajaran yang masih dikenal umat manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah: ‘Bila kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari)

Malu, Ajaran Para Nabi Yang Tak Pernah Sirna
Ajaran para nabi, sejak nabi pertama hingga nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan ada yang tidak. Di antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal ini menunjukkan bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama. Oleh karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam dan rasa malu termasuk salah satu wujud dari Iman.

Jika Tak Punya Rasa Malu Berbuatlah Sesukamu!
Ulama berbeda pendapat dalam memahami sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam: “berbuatlah sesukamu”, sebagian memahami sebagai perintah dan sebagian yang lain memahami bukan sebagai perintah. Ulama yang memahami sebagai perintah, menjelaskan bahwa jika sesuatu yang hendak diperbuat tidak mendatangkan rasa malu maka lakukanlah sesuai dengan yang diinginkan. Dan ulama yang memahami bukan sebagai perintah, ada dua penjelasan yaitu:
  1. Maknanya sebagai ancaman. Ancaman bagi yang tidak memiliki rasa malu yang berbuat memperturutkan hawa nafsunya.
  2. Maknanya sebagai berita. Memberitakan barang siapa yang tidak memiliki rasa malu pasti akan berbuat sesuka hatinya.
  3. Semua pendapat di atas memiliki kemungkinan benar.

Mintalah Pertolongan Hanya Kepada ALLOH SWT

Dari Abul Abbas Abdulloh bin Abbas rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Suatu hari aku berada di belakang Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam Lalu beliau bersabda , “Nak, aku akan ajarkan kepadamu beberapa patah kata: Jagalah Alloh, Niscaya Dia akan senantiasa menjagamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Alloh, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Alloh. Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu, dan jika semua umat manusia bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu. Pena telah diangkat dan catatan-catatan telah mengering.” (HR Tirmidzi Dia berkata , “Hadits ini hasan shohih”)
Dalam riwayat selain Tirmidzi dengan redaksi: “Jagalah Alloh, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Alloh di waktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidak akan pernah menimpamu dan apa yang telah ditetapkan menimpamu tidak akan pernah luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan.”
Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena memuat wasiat Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat penting.
Menjaga Alloh
Menjaga Alloh adalah dengan cara menjaga hak-hakNya. Hak-hak Alloh ada dua macam, yaitu hak-hak yang wajib dan hak-hak yang sunnah. Dengan menunaikan kewajiban, dan memelihara sunnah berarti telah menjaga Alloh. Menjaga Alloh dalam batasan yang wajib yaitu menegakan tauhid, dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Lebih dari itu adalah sunnah. Manusia berbeda-beda derajatnya dalam menjaga Alloh.
Penjagaan Alloh
Penjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
  1. Menjaga urusan dunianya, dalam bentuk menyehatkan badanya, melapangkan rezekinya, menjaga anak dan istrinya, dan lain-lain.
  2. Menjaga urusan agamanya. Poin ini lebih penting dan lebih bernilai dari pada poin sebelumnya. Bentuk penjagaannya berupa: hatinya bersih dari kotoran syubhat, senantiasa terikat dengan Alloh, penuh rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan anggota badanya terbebas dari memperturutkan hawa nafsu.
Melalaikan menjaga Alloh dapat berakibat hilangnya penjagaan Alloh terhadap dirinya.
Hanya Meminta Kepada Alloh
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:
  1. Wajib, yaitu meminta sesuatu yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh. Inilah tauhid dalam meminta di mana jika dipalingkan kepada selain Alloh hukumnya syirik.
  2. Sunnah, yaitu dalam hal yang manusia mampu untuk melakukannya dan dia mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
TAWAKAL
Makna tawakal kepada Alloh adalah mengambil sebab yang diperintahkan kemudian menyerahkan urusannya kepada-Nya. Tawakal kepada Alloh merupakan wujud keimanan yang sangat penting, bahkan merupakan wujud keimanan para nabi. Dan tawakal kepada makhluk adalah perbuatan yang sangat tercela. Sekalipun makhluk mampu untuk melakukan apa yang kita inginkan, kita tidak boleh bertawakal kepadanya.
Sabar Dan Ridho
Sabar, khususnya ketika mendapatkan kesulitan adalah menjaga hati dari menggerutu, menjaga lisan dari berkeluh kesah dan menjaga diri dari perbuatan yang terlarang. Ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur.
Ridho terhadap musibah adalah yakin bahwa akibat dari musibah tersebut baik baginya, maka tak ada perasaan seandainya musibah tersebut tidak datang. Adapun ridho yang hukumnya wajib yaitu ridho terhadap perbuatan Alloh yang telah mendatangkan musibah. Dengan demikian terkait dengan musibah ada dua bentuk keridhoan, yaitu:
  1. Ridho terhadap perbuatan Alloh, hukumnya wajib.
  2. Ridho terhadap musibah itu sendiri, hukumnya sunnah.
 

Imbangi Perbuatan Buruk Dgn Perbuatan Yg Baik

Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal rodhiallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Alloh di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.” (HR Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini hasan. Dalam naskah lainnya dikatakan, hadits ini hasan shohih)
TAKWALLOH
Makna takwalloh (takwa kepada Alloh) adalah membuat perisai antara dirinya dengan azab dan murka Alloh, baik di dunia ataupun di akhirat. Dan perisai yang paling asasi adalah menegakkan tauhidulloh.
Perintah untuk bertakwa ditujukan kepada 3 sasaran, yaitu:
  1. Ditujukan kepada seluruh manusia, maka takwa di sini maknanya adalah menunaikan tauhid dan membersihkan dari syirik.
  2. Ditujukan kepada kaum mukminin, maka takwa di sini maknanya adalah melaksanakan ketaatan kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh dan meninggalkan kemaksiatan kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh.
  3. Ditujukan kepada seseorang yang sudah bertakwa, maka perintah takwa di sini maknanya adalah perintah untuk melestarikan ketakwaannya.
Ruang lingkup Takwalloh meliputi seluruh tempat dan waktu, artinya di manapun dan kapan pun berada serta dalam kondisi apapun terkena kewajiban takwalloh. Dengan demikian, sifat takwalloh berbeda-beda sesuai dengan tempat, waktu dan keadaannya.
Kebajikan Menghapus Keburukan
Kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan pahala, dan keburukan adalah sesuatu yang mendatangkan dosa atau siksa. Kebajikan yang dapat menghapus keburukan ada 2 tingkatan, yaitu:
  1. Melakukan kebajikan dengan niat untuk menghapus keburukan. Jika melakukan kebajikan dengan niat menghapus keburukan maka sudah terkandung di dalamnya penyesalan dan taubat atas kejelekannya.
  2. Melakukan kebajikan tanpa adanya niat menghapus keburukan. Kebajikan seperti ini secara umum akan menghapuskan kejelekannya sesuai dengan kadarnya masing-masing. Derajat yang ke-2 ini lebih rendah dibanding derajat yang pertama.
HUSNUL KHULUQ
Husnul Khuluq adalah banyak berderma, tidak menyakiti dan berwajah ceria. Inilah tafsir Husnul Khuluq kepada sesama manusia. Seseorang mendapatkan Husnul Khuluq secara thobi’í atau hasil usaha. Seseorang yang melakukan Husnul Khuluq sebagai hasil dari jerih payahnya lebih besar pahalanya dibanding dengan yang melakukan karena sudah tabiatnya. Karena kaidah menyatakan, “Jika sesuatu diwajibkan oleh syariat maka yang lebih mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaannya lebih besar pahalanya. Berbeda dengan apabila sesuatu itu disunahkan, maka tidak secara otomatis yang lebih mendapatkan kesulitan lebih besar pahalanya.”

Belajar Berbuat Baik Dalam Segala Urusan

Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus rodhiallohu ‘anhu, Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya Alloh mewajibkan (kalian) berbuat baik terhadap segala sesuatu, maka bila kalian hendak membunuh orang (dalam peperangan ataupun yang lainnya), bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kamu menyembelih (binatang), maka sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian menajamkan pisau dan memperlakukan hewan sembelihan dengan lembut.” (HR Muslim)

AL-IHSAN
Al-Ihsan adalah menjadikan sesuatu menjadi baik. Dengan demikian, hakikat ihsan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan konteks pembicaraannya. Apabila dalam konteks pembicaraan ibadah maka hakikat ihsan dalam ibadah seperti telah dijelaskan pada hadits ke-2. Apabila dalam konteks pembicaraan muamalah dengan sesama maka hakikat ihsan adalah menunaikan hak-hak sesama dan tidak menzholiminya. Karena wujud sesama berbeda-beda, maka bentuk ihsannya pun berbeda-beda sesuai dengan keadaannya masing-masing.
Syariat mewajibkan untuk berbuat ihsan dalam segala hal. Pengambilan hukum wajib tersebut diambil dari kata kitaabah. Ulama ushul menyatakan bahwa kata kitaabah dan derivasinya menunjukkan makna wajib.
Tata Cara Menyembelih Yang Memenuhi Kriteria Ihsan
Ihsan dalam menyembelih adalah mencari cara terbaik agar sembelihan cepat mati tanpa menderita kesakitan. Hal itu bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Menajamkan pisau.
  2. Mempercepat jalannya pisau.
  3. Memegang sembelihan dengan benar.
  4. Ahli menggunakan pisau.
  5. Tidak di hadapan binatang lain.
Demikianlah Islam memerintah berbuat ihsan kepada binatang dan menunjukkan contoh prakteknya. Maka ihsan kepada yang lebih mulia kedudukannya dari pada binatang tentu lebih diperintahkan dan lebih dijelaskan contohnya. Oleh karena itu tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya tentang ihsan kepada Alloh, kepada sesama makhluk baik yang berakal atau tidak berakal. Sungguh rahmat Alloh dekat dengan muhsiniin.

Kamis, 13 Oktober 2011

Tidak Mudah Marah

Dari Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu, ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan marah!” Dia bertanya berulang-ulang dan tetap dijawab, “Jangan Marah!” (HR Bukhori)
Kedudukan Hadits
Hadits ini berisi tentang adab yang sangat penting.
Rahasia Di balik Jawaban Rasulullah
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam berulang kali diminta wasiat atau nasihatnya oleh para sahabat. Jawaban yang diberikan oleh Rasulullah berbeda-beda. Rahasia perbedaan jawaban tersebut menurut ulama ada 2, yaitu:
  1. Disesuaikan dengan keadaan orang yang bertanya. Artinya jawaban Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh orang yang bertanya terkait dengan keadaannya.
  2. Demi beragamnya wasiat yang sampai kepada umat. Maksudnya karena setiap wasiat Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan ditularkan kepada yang lain, maka Rasulullah meragamkan jawaban.
Jangan Marah
Perintah Rasulullah untuk tidak marah mengandung 2 penafsiran, yaitu:
  1. Maksudnya tahanlah marah, yaitu ketika ada sesuatu yang membuat marah maka berusahalah untuk tidak melampiaskan kemarahannya.
  2. Menghindarkan diri dari sebab-sebab yang mendatangkan kemarahan.
Terapi Ketika Menghadapi Kemarahan
Ada beberapa cara untuk terhindar dari melampiaskan kemarahan, di antaranya:
  1. Duduk, jika ketika marah dia dalam keadaan berdiri.
  2. Mengucapkan kata-kata yang baik.
  3. Berwudhu.

Berkata yg baik atau diam

Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Makna hadits ini telah tercakup di dalam hadits ke-12.
Hak Alloh Dan Hak Hamba
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Alloh. Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain.
Menjaga Lisan
Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan. Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena menjaga lisan adalah yang paling berat.
Memuliakan Orang Lain
Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang lain adalah melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.
Batasan Tetangga Dan Tamu
Tetangga menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya kapan secara adat dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga juga oleh syariat. Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam syariat dan tidak ada batasannya secara syariat dan bahasa maka pengertiannya dikembalikan kepada adat.
Batasan tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak memiliki kemampuan untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan. Jika mampu maka hukumnya sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1 malam, sempurnanya 3 hari 3 malam.

Minggu, 09 Oktober 2011

LARANGAN BERZINA, MEMBUNUH DAN MURTAD

LARANGAN BERZINA, MEMBUNUH DAN MURTAD 

Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hakikat Seorang MuslimSeorang muslim yang sesungguhnya adalah yang bersyahadatain dan menunaikan tauhid serta melaksanakan konsekuensinya. Adapun yang sekedar mengaku muslim dengan mengucapkan syahadatain namun melakukan syirik akbar atau bidáh mukafirah maka hakikatnya bukan seorang muslim. Seorang muslim tidak boleh ditumpahkan darahnya kecuali dengan alasan yang syar’i seperti tersebut dalam hadits.
Muslim Yang Halal Darahnya
Ada tiga sebab seorang muslim boleh ditumpahkan darahnya yaitu:
  1. Zina ba’da ihshonin, yaitu jika seorang muslim yang sudah pernah menikah secara syari kemudian berzina maka dengan sebab itu halal darahnya, dengan cara dirajam.
  2. Qishosh, yaitu jika seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan sengaja maka dengan sebab itu halal darahnya dengan cara di-qishosh.
  3. Meninggalkan Agama, yaitu ada 2 pengertian:
    a. murtad, artinya keluar dari agamanya dengan sebab melakukan kekafiran.
    b. Meninggalkan jamaah, artinya meninggalkan jamaah yang telah bersatu di atas agama yang benar, dengan demikian ia telah meninggalkan agama yang benar. Termasuk makna meninggalkan jamaah adalah jika memberontak imam yang sah.
Pelaksana Eksekusi
Seorang muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa (imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang ‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama

Tinggalkanlah Keragu-raguan Dan Perkara yg Tidak Bermanfa'at

Tinggalkanlah Keragu-raguan Dan Perkara yg Tidak Bermanfa'at 
 
Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Tholib, cucu Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau rodhiallohu ‘anhuma, dia berkata: ”Aku telah hafal (sabda) dari Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i. Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih)
Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits ini seperti kedudukan hadits ke enam (lihat hadits ke-6)
Tinggalkan Sesuatu Yang Meragukan
Sesuatu yang meragukan adalah sesuatu yang membuat tidak tenang dan memunculkan rasa khawatir, jikalau ternyata hal itu tidak boleh dilakukan. Jika kita menghadapi kondisi demikian maka tinggalkanlah yang meragukan tersebut dan lakukan sesuatu yang meyakinkan atau yang membuat tenang. Adalah termasuk perbuatan tercela jika ada keraguan akan tetapi tetap dikerjakan.
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan landasan dalam bab adab.
Kebagusan Islam Seseorang
Kebagusan Islam seseorang bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits ke-dua. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar kebagusan Islamnya.
Meninggalkan Sesuatu Yang Tidak Penting
Sesuatu yang penting adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Standar manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh syariat pasti membawa manfaat dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot oleh karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat dan celakalah seseorang yang memenuhi catatannya dengan sesuatu yang tidak penting, termasuk di dalamnya adalah semua bentuk kemaksiatan

MAKANLAH DARI REZEKI YANG HALAL

 MAKANLAH DARI REZEKI YANG HALAL
 
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum syariat berporos pada hadits tersebut.
Alloh Itu Thoyyib Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib
Thoyyib adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.
Pengaruh Makanan Yang Thoyyib
Mengonsumsi sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin. Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya doa dan diterimanya amal.
Sebab-Sebab Terkabulnya Doa
  1. Musafir.
  2. Berpenampilan hina.
  3. Mengangkat kedua tangan.
  4. Mengulang-ulang doa.
  5. Menyebut Rububiyah Alloh.
  6. Mengonsumsi yang halal.
Sifat mengangkat tangan dalam doa:
  1. Mengisyaratkan dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
  2. Mengangkat tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
Adapun secara umum dengan menengadahkan kedua telapak tangan di depan dada seperti seorang pengemis yang sedang meminta-minta

NASIB MANUSIA TELAH DI TETAPKAN

 NASIB MANUSIA TELAH DI TETAPKAN

Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya.
Perkembangan Janin
Janin sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah, kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.
Janin sebelum berbentuk manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:
1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut.
Hubungan Ruh dengan Jasad
Ruh dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
1. Tatkala di rahim. Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.
2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.
Macam-macam Penulisan Taqdir
Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Taqdir saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
2. Taqdir úmri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
3. Taqdir sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
4. Taqdir yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya.
Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).
Taqdir Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.
Buah Iman kepada Taqdir
Beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap khusnul khatimah.
Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Hati orang-orang yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya. Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar.
Rahasia Khusnul Khatimah dan Suúl Khatimah
Termasuk diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam keadaan. Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan ketaatan. Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia.

Mencintai milik orang lain seperti mencintai miliknya sendiri

 Mencintai milik orang lain seperti mencintai miliknya sendiri

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu pelayan Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai bagi saudaranya (sesama muslim) segala sesuatu yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hakikat Penafian Iman
Penafian iman mencakup menafikan iman secara keseluruhan atau hanya menafikan kesempurnaan imannya. Suatu amalan yang menyebabkan pelakunya dinafikan imannya menunjukkan bahwa amalan tersebut merupakan amal kekafiran atau dosa besar. Dalam hadits ini penafian iman yang dimaksud adalah penafian atas kesempurnaan iman.
Mencintai Saudara Muslim Laksana Mencintai Diri Sendiri
Seorang muslim wajib merasa senang jika saudaranya memiliki agama yang baik. Dia senang jika saudaranya memiliki aqidah yang benar, tutur kata yang bagus dan perbuatan yang baik. Sebaliknya dia merasa benci jika keadaan saudaranya tersebut justru sebaliknya.
Seorang muslim disunahkan untuk senang jika saudaranya mendapatkan kebaikan-kebaikan duniawi. Dia merasa senang jika saudaranya berharta, sejahtera, sehat, berkedudukan dan lain-lain dari kenikmatan duniawi, dan dia tidak senang jika saudaranya miskin, sengsara, dan menderita.
Mendahulukan Kepentingan Saudara Muslim
Jika dalam urusan dunia, mendahulukan kepentingan saudaranya termaksud perbuatan yang terpuji dan disunahkan, namun jika dalam urusan akhirat, mendahulukan saudaranya termasuk perbuatan yang makruh

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More