New Templates

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 04 Juni 2011

Perkara yg di Larang Oleh ALLOH SWT

Perkara-perkara Yang Terlarang Melakukannya - Haramnya Mengumpat dan Perintah Menjaga Lisan

Allah Ta'ala berfirman:

"Janganlah sebagian di antara engkau semua itu mengumpat sebagian yang lainnya. Sukakah seseorang di antara engkau semua makan daging saudaranya dalam keadaaan ia sudah mati, maka tentu engkau semua membenci. Takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah adalab Maha Menerima taubat lagi Penyayang." (al-Hujurat: 12)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Dan janganlah engkau turut apa yang engkau tidak mengetahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diberi pertanyaan - apa saja yang
telah dilakukan olehnya." (al-lsra': 36)

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Tidaklah seseorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib - pencatat kebaikan - dan 'Atid -pencatat keburukan." (Qaf: 18)

Ketahuilah bahwasanya setiap seorang mukallaf - yakni akil baligh - itu sayugianya menjaga lisannya dari segala macam perkataan, melainkan perkataan yang di dalamnya tampak nyata adanya kemaslahatan. Apabila sama nilainya antara berbicara dan tidak berbicara menurut pandangan kemaslahatan, maka sunnahnya ialah menahan mulut dari berkata-kata itu, sebab kadang-kadang perkataan yang mubah - yakni boleh dan tidak haram itu - dapat menyeret kepada keharaman atau kemakruhan. Hal ini banyak dalam adat kebiasaannya, sedangkan keselamatan itu tidak dapat diimbangi nilainya oleh sesuatu apapun.

1508. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau - kalau tidak dapat berkata yang baik, hendaklah ia berdiam diri saja." (Muttafaq 'alaih)

Hadis ini secara terang sekali menjelaskan bahwasanya sayugianya seseorang itu tidak berbicara, melainkan jikalau pembicaraannya itu berupa suatu kebaikan yakni pembicaraan yang tampak nyata adanya kemaslahatan di dalamnya. Oleh sebab itu, jikalau ia sangsi tentang akan timbulnya kemaslahatan dalam pembicaraannya tadi, maka janganlah berbicara.

1509. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu yang orang-orang Islam lain merasa selamat daripada gangguan lisannya - yakni pembicaraannya - serta dari tangannya." (Muttafaq 'alaih)

1510. Dari Sahl bin Sa'ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya - yakni mulut - serta antara kedua kakinya - yakni kemaluannya, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya." (Muttafaq 'alaih)

1511. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya seseorang hamba itu nisc

Makruhnya Duduk Ihtiba' Pada Hari Jum'at Di Waktu Imam Sedang Berkhutbah, Sebab Duduk Semacam Itu Dapat Menyebabkan Timbulnya mengantuk Lalu Tidak Memerhatikan Lagi Untuk Mendengarkan Khutbah Dan Pula Ditakutkan Akan Batalnya Wudhu'

1702. Dari Mu'az bin Anas al-Juhani r.a. bahawasanya Rasulullah melarang dari duduk ihtiba' pada hari Jum'at, sedang Imam waktu itu berkhutbah." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
Keterangan: Ihtiba' ialah duduk berjongkok sambil membelitkan sesuatu dari pinggang ke lutut atau tangannya merangkul lutut.

Larangan Bagi Seseorang Yang Didatangi Tanggal Sepuluh Zulhijjah Dan la Hendak Menyembelih Korban Kalau la Mengambil — Memotong Atau Mencukur — Sesuatu Dari Rambut Atau Kukunya Sendiri, Sehingga la Selesai Menyembelih Kurban Tadi

1703. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memiliki binatang kurban yang hendak disembelihnya, maka apabila telah nampak sabitnya bulan Dzulhijjah, janganlah sekali-kali ia mengambil - yakni memotong atau mencukur - dari rambutnya dan jangan pula dari kuku-kukunya sedikitpun, sehingga ia selesai menyembelih kurbannya itu." (Riwayat Muslim)

Larangan Bersumpah Dengan Menggunakan Makhluk Seperti Nabi, Ka'bah, Malaikat, Langit, Nenek-moyang, Kehidupan, Ruh, Kepala, Kehidupan Sultan, Kenikmatan Sultan, Tanah Si Fulan, Amanat Dan Sumpah-sumpah Semacam Inilah Yang Terkeras Larangannya

1704. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu melarang engkau semua kalau bersumpah dengan menggunakan nenek moyangmu semua. Maka barangsiapa yang bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan Allah saja atau lebih baik diamlah." (Muttafaq 'alaih) Dalam sebuah riwayat dalam shahih Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Maka barangsiapa yang bersumpah, maka janganlah bersumpah melainkan dengan Allah atau hendaklah ia berdiam saja."
1705. Dari Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua bersumpah dengan menggunakan berhala-hala dan jangan pula dengan nenek-moyangmu semua." (Riwayat Muslim) Aththawaghi jama'nya thaghiah iaitu berhala-hala, dari kata ini terdapat sebuah Hadis yang ertinya: "Ini adalah berhala Daus," iaitu berhala kepunyaan kabilah Daus serta itulah yang disembah oleh mereka. Dalam riwayat selain Muslim disebutkan: bith thawaghit, ini adalah jamaknya thaghut dan ertinya ialah syaitan dan dapat pula diertikan berhala.
1706. Dari Buraidah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan kata amanat, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
1707. Dari Buraidah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah lalu mengatakan: "Sesungguhnya saya telah melepaskan diri dari Islam," maka jikalau ia berdusta maka dosanya adalah sebagaimana yang diucapkan sendiri itu, tetapi jikalau ia benar-benar seperti ucapannya tadi, maka tidak akan ia kembali ke agama Islam dengan selamat." (Riwayat Abu Dawud)
1708. Dari ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya ia mendengar seorang lelaki berkata: "Tidak, demi Ka'bah. "Lalu Ibnu Umar berkata: "Janganlah engkau bersumpah dengan selain Allah, sebab sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia dapat menjadi kafir atau musyrik."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan. Selanjutnya Imam Termidzi berkata: "Sebahagian para alim ulama menafsirkan sabdanya: kafara au asyraka - yakni dapat menjadi kafir atau musyrik - itu sebagai kata memperkeraskan larangan, sebagaimana juga diriwayatkan bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: Arria-u syirkun - ertinya pamer itu adalah kemusyrikan."

Memperkeraskan Keharamannya Sumpah Dusta Dengan Sengaja

1709. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah atas harta seseorang Muslim yang bukan haknya -yakni dengan maksud akan diambilnya dengan menggunakan sumpah dusta, maka orang itu akan menemui Allah -di waktu matinya atau pada hari kiamat nanti, sedang Allah amat murka sekali kepadanya." Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu membacakan kepada kita, untuk menunjukkan kebenaran sabdanya itu, yakni dari Kitabullah 'Azzawajalla - yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang membeli - yakni menukar - janji Allah dan sumpah mereka sendiri dengan harga murah," sampai ke akhir ayat. (Muttafaq 'alaih) Lanjutan ayat di atas ialah: Mereka yang berhal demikian tidak akan memperoleh bagian di akhirat. Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak memperhatikan mereka pada hari kiamat dan tidak pula menyucikan mereka dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.
1710. Dari Abu Umamah yaitu lyas bin Tsa'labah al-Haritsi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengambil hak seseorang Muslim dengan menggunakan sumpahnya - yakni dengan sumpah dusta atau palsu, maka Allah mewajibkan untuknya neraka dan mengharamkan syurga padanya." Kemudian ada seorang lelaki berkata: "Bagaimanakah kalau yang diambilnya itu hanya sesuatu benda yang remeh saja, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Sekalipun yang diambilnya itu hanyalah setangkai kayu arak - untuk bersiwak." (Riwayat Muslim)
1711. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan sesuatu dengan Allah melawan - yakni berani - kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan sumpah dusta - yakni palsu." (Riwayat Bukhari) Dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan: Ada seorang A'rab - penghuni pedalaman negeri Arab - datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, apa sajakah dosa- dosa besar itu? Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah." Orang itu berkata lagi: "Kemudian apakah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu sumpah dusta - yakni palsu." Saya - Abdullah bin'Amr - berkata: "Apakah sumpah dusta itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu orang yang mengambil hartanya seseorang Muslim," yakni dengan menggunakan sumpah, sedangkan orang itu berdusta dalam sumpahnya itu.

Sunnahnya Seseorang Yang Sudah Terlanjur Mengucapkan Sumpah, Lalu Melihat Lainnya Yang Lebih Baik Dan Yang Disumpahkannya Itu, Supaya la Mengerjakan Saja Apa Yang Sudah Disumpahkan Tadi Kemudian Membayar Denda Atas Sumpahnya Tersebut

1712, Dari Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Dan jikalau engkau mengucapkan sumpah atas sesuatu sumpah, lalu engkau melihat yang lainnya itu lebih baik daripada yang engkau sumpahkan tadi, maka datangilah yang lebih baik itu dan bayarkanlah kaffarah - yakni dendanya - dari sumpahmu tersebut." (Muttafaq 'alaih)
1713. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersumpah atas sesuatu sumpah lalu melihat yang lainnya itu lebih baik daripada yang disumpahkannya, maka bayarkanlah kaffarah - yakni denda - dari sumpahnya tersebut dan baiklah mengerjakan yang lebih baik tadi." (Riwayat Muslim)
1714. Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya, demi Allah. Insya Allah tidak akan bersumpah atas sesuatu sumpah, kemudian saya melihat ada yang lebih baik dari apa yang saya sumpahkan tadi, melainkan saya bayarkan sajalah kaffarah - yakni denda - dari sumpah saya tadi dan saya mengerjakan yang lebih baik itu." (Muttafaq 'alaih)
1715. Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah kalau seseorang di antara engkau semua itu berlarut-larut dalam sumpahnya dan tidak membayarkan kaffarahnya - yakni dendanya - dalam keluarganya, hal itu adalah lebih berdosa baginya di sisi Allah Ta'ala daripada ia memberikan kaffarah yang telah diwajibkan oleh Allah atas dirinya." (Muttafaq 'alaih)
Maksudnya: Seseorang yang bersumpah lalu melihat ada yang lebih baik dari yang disumpahkannya tadi, tetapi ia tetap dalam sumpahnya dan tidak suka mengerjakan yang lebih baik itu, lalu membayar kaffarah dari yang sudah terlanjur disumpahkan, hal itu adalah lebih berdosa daripada kalau ia membayar saja kaffarahnya sumpah yang terlanjur itu, kemudian mengerjakan yang dilihat lebih baik tadi. Sabdanya: Yalajja dengan fathahnya lam dan tasydidnya jim yaitu berlarut terus dalam sumpahnya dan tidak membayar kaffarah, sedang sabdanya: Atsamu dengan tsa' bertitik tiga, artinya ialah lebih banyak dosanya.

Pengampunan Atas Sumpah Yang Tidak Disengaja Dan Bahawasanya Sumpah Semacam Ini Tidak Perlu Dibayarkan Kaffarah, Iaitu Sumpah Yang Biasa Meluncur Atas Lisan Tanpa Adanya Kesengajaan, Seperti Seseorang Yang Sudah Biasa Mengucapkan: "Tidak, Wallahi" Dan "Ya, Wallahi" Dan Lain-lain Sebagainya

Allah Ta'ala berfirman: "Allah tidak akan menuntut engkau semua dengan sebab sumpahmu semua yang tidak disengaja, tetapi Allah menyiksa engkau semua karena sumpah yang engkau semua teguhkan ikatannya. Maka kaffarah - yakni denda - sumpah yang sedemikian ini ialah memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa engkau semua berikan kepada keluargamu atau memberikan pakaian kepada mereka atau memerdekakan hambasahaya. Barangsiapa tidak menemukan semua itu - yakni tidak kuasa melakukannya, maka kaffarahnya ialah berpuasa tiga hari, demikian itulah kaffarahnya sumpah yang engkau semua sumpahkan dan jagalah sumpahmu semua itu." (al- Maidah: 89)
1716. Dari Aisyah radhiallahu'anha, katanya: "Ayat ini diturunkan, yaitu: La yuaakhidzukumullahu bil-laghwi fi aimanikum - sebagaimana yang tercantum itu - untuk menjelaskan kata seseorang yang berbunyi: "Tidak demi Allah" dan "Ya, demi Allah." (Riwayat Bukhari)

Makruhnya Bersumpah Dalam Berjualan, Sekalipun Benar Kata-katanya

1717. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersumpah itu menyebabkan lakunya dagangan tetapi melenyapkan keberkahan hasil usaha." (Muttafaq 'alaih)
1718. Dari Abu Qatadah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua pada banyaknya mengucapkan sumpah, sebab sesungguhnya sumpah itu dapat melakukan - menyebabkan dagangan laku dengan keuntungan banyak, tetapi kemudian menyebabkan lenyapnya - keberkahan hasil usaha." (Riwayat Muslim) 

Makruhnya Seseorang Meminta Dengan ZatNya Allah Azza Wa Jalla Selain Dari Syurga Dan Makruhnya Menolak Seseorang Yang Meminta Dengan Menggunakan Ucapan "Dengan Allah Ta'ala" Serta Bersyafa'at Dengan Kata-kata Itu

1719. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah dimintakan dengan menggunakan kalimat: Dengan Zatnya Allah," melainkan syurga." (Riwayat Abu Dawud)
1720. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang meminta perlindungan dengan menggunakan kata-kata: "Dengan nama Allah," maka berilah ia perlindungan dan barangsiapa meminta dengan menggunakan: "Dengan nama Allah," maka berilah ia. Juga barangsiapa yang mengundang engkau semua, maka kabulkanlah undangannya itu barangsiapa yang berbuat sesuatu kebaikan kepadamu semua maka balaslah kebaikannya itu.
Jikalau engkau semua tidak mendapatkan sesuatu yang digunakan sebagai balasan kepadanya, maka berdoa sajalah untuk kebaikan orang yang memberi tadi, sehingga engkau semua merasa bahwa engkau semua telah memberikan balasannya kebaikannya tadi." Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Nasa'i dengan isnad-isnad kedua shahih Bukhari dan Muslim.

Haramnya Mengucapkan Syahansyah — Maha Raja Atau Raja Di Raja — Untuk Seseorang Sultan Atau Lain-lainnya, Sebab Ertinya Itu Ialah Raja Dan Sekalian Raja, Sedangkan Tidak Boleh Diberi Sifat Sedemikian Itu Melainkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala

1721. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya serendah-rendahnya nama di sisi Allah 'Azzawajalla ialah seseorang lelaki yang menamakan dirinya Raja Di Raja-atau Maharaja." (Muttafaq 'alaih) Sufyan bin Unaiyah berkata: "Raja Di Raja itu ialah seperti Syahansyah.


Larangan Memanggil Orang Fasik Atau Orang Yang Berbuat Kebid'ahan Dan Yang Semacam Itu Dengan Ucapan "Tuan — Sayyid —" Dan Yang Seumpamanya

1722. Dari Buraidah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mengucapkan sayyid - atau Tuan -untuk seorang munafik, sebab sesungguhnya saja jikalau orang itu benar-benar menjadi sayyid - yang artinya tinggi martabatnya di atas orang-orang lain yakni menjadi pemimpin, maka engkau semua benar-benar telah membuat kemurkaan Tuhanmu sekalian 'Azzawajalla." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

Makruhnya Memaki-maki Penyakit Panas

1723. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. masuk ke tempat Ummu Saib atau Ummul Musayyab, lalu ia berkata: "Mengapa anda, hai Ummu Saib" atau "hai Ummul Musayyab. Mengapa anda gementar." Wanita itu menjawab: "Dihinggapi penyakit panas. Semoga Allah tidak memberkahi penyakit ini." Jabir berkata: "Janganlah anda memaki-maki penyakit panas itu, sebab sesungguhnya penyakit itu dapat melenyapkan semua kesalahan anak Adam, sebagaimana dapur pandai besi dapat melenyapkan kotoran - yakni karat - besi."   (Riwayat Muslim)
Tuzafzifina yakni bergerak-gerak dengan gerakan keras sekali -yakni gementar. Maknanya sama dengan Tarta'idu. Tuzafzifina itu dengan dhammahnya ta' dan dengan zai yang didobbelkan serta fa' yang didobbelkan pula. Diriwayatkan pula dengan ra' yang didobbelkan dan dua qaf - lalu berbunyi Turaqriqina.

Larangan Memaki-maki Angin Dan Huraian Apa Yang Diucapkan Ketika Ada Hembusan Angin

1724. Dari Abul Mundzir yaitu Ubay bin Ka'ab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki angin, maka jikalau engkau semua melihat sesuatu yang tidak engkau semua sukai, maka ucapkanlah - yang artinya: "Ya Allah, sesungguhnya kita semua memohonkan kepadaMu akan kebaikannya angin ini dan kebaikan apa yang terkandung di dalamnya dan kebaikan apa yang ia diperintahkan, juga kita mohon perlindungan kepadaMu dari keburukannya angin ini dan keburukan apa yang terkandung di dalamnya serta keburukan apa yang ia diperintahkan." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
1725. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Angin itu adalah dari rahmat Allah, ia datang dengan mem-bawa kerahmatan dan adakalanya ia datang dengan membawa siksa. Maka jikalau engkau semua melihat angin, janganlah engkau semua memaki-makinya dan mohonlah kepada Allah akan kebaikannya dan mohonlah perlindungan kepada Allah daripada kejahatannya." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan. Sabdanya s.a.w.: Min rauhillah, dengan fathahnya ra', artinya kerahmatan Allah kepada hamba-hambaNya.
1726. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Nabi s.a.w. itu apabila angin berhembus keras, beliau mengucapkan doa – yang artinya: "Ya Allah, sesungguhnya saya mohon kepadaMu akan kebaikan angin ini dan kebaikan apa-apa yang terkandung di dalamnya dan juga kebaikan sesuatu yang ia dikirimkan untuknya. Saya juga mohon perlindungan kepadamu daripada kejahatan angin ini dan apa-apa yang terkandung di dalamnya dan juga sesuatu yang ia dikirimkan untuknya." (Riwayat Muslim) 

Makruhnya Memaki-maki Ayam

1727. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki ayam, sebab sesungguhnya ayam - yang jantan - itu membangunkan untuk shalat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

Larangan Seseorang Mengucapkan "Kita Dihujani Dengan Berkah Bintang Anu"

1728. Dari Zaid bin Khalid r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersembahyang shalat Subuh bersama kita sekalian di Hudaibiyah yaitu di tanah bekas terkena siraman air hujan dari langit yang terjadi pada malam harinya itu. Setelah beliau s.a.w. selesai shalat, lalu menghadap kepada orang banyak, kemudian bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui apa yang difirmankan oleh Tuhanmu semua?" Para sahabat menjawab: "Allah dan RasulNya itulah yang lebih mengetahui." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Allah Ta'ala ber-firman: "Berpagi-pagi di antara hamba-hambaKu itu ada yang menjadi orang mu'min dan ada yang menjadi orang kafir. Adapun orang yang berkata: "Kita dikarunia hujan dengan keutamaan Allah serta dengan kerahmatanNya, maka yang sedemikian itulah orang mu'min kepadaKu dan kafir kepada bintang. Adapun orang yang berkata: "Kita diberi hujan dengan berkahnya bintang Anu atau Anu, maka yang sedemikian itulah orang yang kafir padaku dan mu'min kepada bintang." (Muttafaq 'alaih)
Assama' di sini artinya hujan - karena ia turun dari langit.
Keterangan: Menjadi kafir kepada Allah, karena berkata sebagaimana di atas itu, jikalau ia mengimankan dengan sebenar-benarnya bahwa memang bintang itulah yang kuasa menurunkan hujan. Kafir di sini dapat pula diartikan menutupi kenikmatan Allah yang telah di-karuniakan padanya.

Haramnya Seseorang Mengatakan Kepada Sesama Orang Muslim: "Hai Orang Kafir"

1729. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila ada seseorang berkata kepada saudaranya - sesama Muslimnya: "Hai orang kafir," maka salah seorang dari keduanya - yakni yang berkata atau dikatakan - kembali dengan membawa kekafiran itu. Jikalau yang dikatakan itu benar-benar sebagaimana yang orang itu mengucapkan, maka dalam orang itulah adanya kekafiran, tetapi jikalau tidak, maka kekafiran itu kembali kepada orang yang mengucapkannya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
1730. Dari Abu Zar r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memanggil orang lain dengan sebutan ke-kafiran atau berkata bahwa orang itu musuh Allah, padahal yang dikatakan sedemikian itu sebenarnya tidak, melainkan kekafiran itu kembalilah pada dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih) Haara artinya kembali.

Larangan Berbuat Kekejian — Atau Melanggar Batas — Serta Berkata Kotor

1731. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya seorang mu'min yang suka mencemarkan nama orang, atau yang suka melaknat dan bukan pula yang berbuat kekejian serta yang kotor mulutnya." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
1732. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: Tidaklah kekejian - atau melanggar batas menurut ketentuan syara' atau adat - itu bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan menyebabkan celanya dan tidaklah sifat malu itu bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan merupakan hiasannya - yakni malu mengerjakan kejahatan atau apa-apa yang tidak sopan." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Makruhnya Memaksa-maksakan Keindahan Dalam Bercakap-cakap Dengan Jalan Berlagak Sombong Dalam Mengeluarkan Kata-kata Dan Memaksa-maksakan Diri Untuk Dapat Berbicara Dengan Fasih Atau Menggunakan Kata-kata Yang Asing — Sukar Diterima — Serta Susunan Yang Rumit-rumit Dalam Bercakap-cakap Dengan Orang Awam Dan Yang Seumpama Mereka Itu

1733. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Rusak binasalah orang-orang yang suka melebih-Iebihkan - dari kadar kemampuan dirinya sendiri." Beliau s.a.w. menyabdakan ini tiga kali. (Riwayat Muslim) Almutanaththi'una yaitu orang-orang yang melebih-Iebihkan dalam segala perkara.
1734. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu membenci kepada seseorang yang berlebih-lebihan dalam cara mengeluarkan kata-kata - ketika ber-bicara - dari golongan kaum lelaki, yaitu orang yang mencela-cela -yakni mempermainkan - lidahnya, sebagaimana lembu di waktu mencela-cela - yakni mempermainkan lidahnya itu." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
1735. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling saya cintai di antara engkau semua serta yang terdekat kedudukannya dengan saya pada hari kiamat ialah yang terbaik budipekertinya di antara engkau semua itu dan sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling saya benci di antara engkau semua serta yang terjauh kedudukannya dengan saya pada hari kiamat ialah orang yang banyak bicara, sombong bicaranya serta merasa tinggi apa yang dibicarakannya itu - karena kecongkaannya." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Huraian Hadis ini telah lampau dalam bab Bagusnya budipekerti - lihat Hadis no. 629. 

Makruhnya berkata:” Cemar Jiwaku”

1736. Dari Aisyah radhiallahu 'anha dari Nabi s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara engkau semua itu mengucapkan: "Cemar jiwaku," tetapi hendaklah mengatakan: "Buruk jiwaku." (Muttafaq 'alaih)
Para alim-ulama berkata: "Makna khabutsat ialah cemar dan ini juga maknanya kata laqisat, tetapi tidak disukailah kata-kata khubtsu itu." Maksudnya dalam menggunakan kata-kata itu sedapat mungkin dipilihkan yang sopan didengar oleh orang lain. 

Makruhnya Menamakan Anggur Dengan Sebutan Alkarmu (mulia)

1737. Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua menamakan anggur dengan sebutan alkarmu - artinya mulia, sebab alkarmu itu adalah sebutan seorang Muslim." (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah lafaznya Imam Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: "Karena hanyasanya alkarmu itu adalah hati seseorang Muslim." Dalam riwayat Imam-imam Bukhari dan Muslim disebutkan: 'Orang-orang itu sama mengatakan alkarmu, hanyasanya alkarmu itu adalah hati nuraninya seorang mu'min."
1738. Dari Wa-il bin Hujr r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengatakan alkarmu, tetapi katakan sajalah anggur - yakni 'inab - dan alhablah." (Riwayat Muslim)
Alhablah dengan fathahnya ha' dan ba', dapat juga dikatakan dengan sukunnya ba'.

Larangan Menghuraikan Sifat — Keadaan Atau Hal Ehwal — Wanita Kepada Seseorang Lelaki, Kecuali Kalau Ada Keperluan Untuk Berbuat Sedemikian Itu Untuk Kepentingan Syara' Seperti Hendak Mengahwininya Dan Sebagainya

1739. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang wanita menyentuh wanita lain, lalu ia memberitahukan keadaan atau sifat wanita itu kepada suaminya yang seolah-olah suami tadi dapat melihat wanita yang diterangkan-nya tadi." (Muttafaq 'alaih)

Makruhnya Seseorang Mengucapkan Dalam Doanya: "Ya Allah, Ampunilah Saya Kalau Engkau Berkehendak", Tetapi Haruslah la Memantapkan Permohonannya Itu

1740. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang di antara engkau semua mengucapkan - ketika berdoa: "Ya Allah, ampunilah saya, jikalau Engkau menghendaki. Ya Allah, belas kasihanilah saya jikalau Engkau menghendaki." Tetapi hendaklah ia memantapkan permohonannya - seolah-olah memastikan akan berhasilnya, sebab sesungguhnya Allah itu tidak ada yang memaksa padaNya - untuk mengabulkan atau menolak sesuatu permohonan." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Tetapi hendaklah orang yang memohon itu bersikap mantap seolah-olah pasti terkabul doanya - dan hendaklah ia memper-besarkan keinginannya untuk dikabulkan itu, kerana sesungguhnya Allah itu tidak ada sesuatu yang dipandang besar olehNya yang dapat diberikan kepada orang yang memohonnya itu."
1741. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seseorang di antara engkau semua berdoa, maka hendaklah memantapkan permohonannya - seolah-olah pasti akan kabulkan - dan janganlah sekali-kali ia mengucapkan: "Ya Allah, kalau engkau berkehendak, maka berikanlah apa yang saya mohon kan itu," sebab sesungguhnya Allah itu tidak ada yang kuasa memaksanya - untuk mengabulkan atau menolak sesuatu permohonan." (Muttafaq 'alaih)

Makruhnya Ucapan: ''Sesuatu Yang Allah Menghendaki Dan Si Fulan Itu Juga Menghendaki"

1742. Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengucapkan: "Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan juga dikehendaki oleh si Fulan," tetapi ucapkanlah: "Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, kemudian si Fulan itu pun berkehendak demikian." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

Makruhnya Bercakap-cakap Sehabis Shalat Isyak Yang Akhir

Yang dimaksudkan dengan bercakap-cakap sebagaimana di atas itu ialah bercakap-cakap yang sifatnya mubah dalam selain waktu sehabis shalat Isya' itu, yakni yang mengerjakan atau meninggalkan-nya sama saja - ertinya tidak berpahala dan juga tidak berdosa. Adapun percakapan yang diharamkan atau yang dimakruhkan dalam selain waktu itu, maka jikalau dalam waktu ini - yakni sehabis shalat Isya' - menjadi lebih-lebih lagi haram dan makruhnya. Tetapi percakapan yang mengenai soal-soal kebaikan semacam ingat-mengingatkan perihal ilmu pengetahuan - keagamaan - atau ceritera-ceritera mengenai orang-orang yang shalih, tentang budi- pekerti luhur ataupun berbicara dengan tamu atau beserta orang yang hendak menyelesaikan keperluannya dan Iain-Iain sebagainya, maka sama sekali tidak ada kemakruhannya, bahkan dapat menjadi disunnahkan.
Demikian pula bercakap-cakap kerana ada sesuatu keuzuran - yakni kepentingan - dan sesuatu yang datang mendadak, juga tidak dimakruhkan. Sudah jelaslah Hadis-hadis yang shahih dalam menghuraikan soal-soal sebagaimana yang saya sebutkan di atas.
1743. Dari Abu Barzah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. itu tidak suka tidur sebelum melakukan shalat Isya' dan juga tidak suka bercakap-cakap sehabis melakukan shalat Isya' itu. (Muttafaq 'alaih)
1744. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersembahyang Isya' pada akhir hayatnya, lalu setelah bersalam beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui malam hari mu ini. Sesungguhnya pada pangkal seratus tahun lagi tidak seorang pun yang tertinggal dari golongan orang yang ada di atas permukaan bumi pada hari ini - yakni di kalangan para sahabat dan manusia yang Iain-Iain." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan: Apa yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. di atas adalah menjadi kenyataan ketika wafatnya sahabat beliau s.a.w. yang terakhir iaitu Abu ththufail yakni 'Amir bin Wailah. la wafat pada tahun110 H iaitu pangkal seratus tahun dari ketika beliau s.a.w. menyabdakan Hadis di atas. Hadis di atas menunjukkan bolehnya bercakap-cakap sehabis shalat Isya', kerana berhubungan dengan mempelajari ilmu pengetahuan.
1745. Dari Anas r.a. bahawasanya para sahabat sama menantikan Nabi s.a.w. - untuk shalat Isya', lalu beliau s.a.w. datang kepada mereka hampir-hampir di pertengahan malam, kemudian bersembahyanglah beliau bersama mereka - yakni shalat Isya' itu. Anas r.a. berkata: "Selanjutnya beliau berkhutbah - yakni memberi penerangan - kepada kita, sabdanya: "Ingat, bahawasanya para manusia - yang Iain-Iain - sudah sama bersembahyang kemudian tidur, sedangkan engkau semua tetap dianggap seperti dalam bersembahyang, selama engkau semua menantikan dikerjakannya shalat itu." (Riwayat Bukhari)

Haramnya Seseorang Isteri Menolak Untuk Diajak Ke Tempat Tidur Suaminya, Jikalau Suami Itu Mengajaknya, Sedangkan Isterinya Itu Tidak Mempunyai Uzur Yang Dibenarkan Oleh Syara'

1746. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ke tempat tidurnya, lalu isterinya itu menolak, kemudian suami itu bermalam dalam keadaan marah, maka isterinya itu dilaknat oleh para malaikat sehingga waktu paginya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sampai isterinya itu kembali -suka mengikuti kemahuan suaminya."

Haramnya Seorang Isteri Mengerjakan Puasa Sunnah Di Waktu Suaminya Ada Di Rumah, Melainkan Dengan Izin Suaminya Itu

1747. Dari Abu Hurairah r.a. bahawsanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seseorang isteri kalau ia berpuasa, sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada di rumah - melainkan dengan izin suaminya tersebut. Juga tidaklah dianggap sudah mendapat izin kalau ia dalam rumah suaminya itu, kecuali izin suaminya sendiri." (Muttafaq 'alaih)

Haramnya Makmum Mengangkat Kepala Dari Ruku' Atau Sujud Sebelumnya Imam

1748. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Adakah seseorang di antara kamu itu tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam, lalu Allah akan mengganti kepalanya menjadi bentuk kepala keldai atau bentuknya sama sekali dijadikan oleh Allah dalam bentuk keldai." (Muttafaq 'alaih)

Makruhnya Meletakkan Tangan Di Atas Khashirah — Yakni Rusuk Sebelah Atas Pangkal Paha — Ketika Shalat

1749. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. melarang meletakkan khashr dalam shalat - iaitu meletakkan tangan di atas rusuk sebelah atas dari pangkal paha.   (Muttafaq 'alaih)

Larangan Mengangkat Mata Ke Langit — Yakni Ke Arah Atas — Dalam Shalat

1751. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimanakah keadaan kaum - yakni orang-orang - itu. Mereka sama mengangkat mata mereka ke langit - yakni ke atas -dalam shalat mereka." Selanjutnya mengeraslah sabdanya dalam mengingatkan hal itu sehingga bersabda: "Nescayalah mereka wajib menghentikan kelakuan mereka semacam itu atau kalau tidak suka, maka akan disambarkan semua penglihatan mereka - yakni menjadi buta semuanya."   (Riwayat Bukhari)

Larangan Mengangkat Mata Ke Langit — Yakni Ke Arah Atas — Dalam Shalat

1751. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimanakah keadaan kaum - yakni orang-orang - itu. Mereka sama mengangkat mata mereka ke langit - yakni ke atas -dalam shalat mereka." Selanjutnya mengeraslah sabdanya dalam mengingatkan hal itu sehingga bersabda: "Nescayalah mereka wajib menghentikan kelakuan mereka semacam itu atau kalau tidak suka, maka akan disambarkan semua penglihatan mereka - yakni menjadi buta semuanya."   (Riwayat Bukhari) 

Makruhnya Menoleh Dalam Shalat Tanpa Adanya Uzur

1752. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal menoleh di waktu shalat, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Menoleh itu adalah sambaran kerana lengah yang dilakukan oleh syaitan dengan cara penyambaran yang cepat sekali dalam shalatnya seseorang hamba." (Riwayat Bukhari)
1753. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Takutlah engkau akan menoleh di waktu shalat, sebab sesungguhnya menoleh di waktu shalat itu menyebabkan kerosakan. Jikalau terpaksa harus menoleh, maka lakukanlah dalam shalat sunnah saja, jangan dalam shalat fardhu." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.


Larangan Shalat Menghadap Ke Arah Kubur

1754. Dari Abu Martsad iaitu Kannaz bin al-Hushain r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua bersembahyang menghadap ke arah kubur dan jangan pula duduk di atas kubur itu." (Riwayat Muslim)
Haramnya Berjalan Melalui Mukanya Orang Yang Bersembahyang

1755. Dari Abul Juhaim iaitu Abdullah bin al-Harits bin as-Shimmah al Anshari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seseorang yang berjalan melalui muka orang yang bersembahyang itu mengetahui perihal betapa besarnya dosa yang ditanggung olehnya, nescayalah ia akan suka berdiri menantikannya selama empat puluh, yang itu adalah lebih baik baginya daripada berjalan melalui muka orang yang bersembahyang tadi." Yang meriwayatkan Hadis ini berkata: "Saya tidak mengerti, apakah yang dimaksudkan itu empat puluh hari atau empat puluh bulan ataukah empat puluh tahun." (Muttafaq 'alaih) 

Makruhnya Makmum Memulai Shalat Sunnah Setelah Muazzin Mulai Mengucapkan Iqamah, Baik pun Yang Dilakukan Itu Shalat Sunnah Dari Shalat Wajib Yang Dikerjakan Itu — Yakni Rawatib — Atau pun Sunnah Lainnya

1756. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau shalat sudah dibacakan iqamahnya, maka tidak ada shalat yang perlu dikerjakan selain shalat yang diwajibkan." (Riwayat Muslim) 

Makruhnya Mengkhususkan Hari jum'at Untuk Berpuasa Dan Malam jum'at Untuk Shalat Malam

1757. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengkhususkan malam jum'at untuk berdiri mengerjakan shalat malam di antara beberapa malam yang lain dan janganlah pula mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa dari beberapa hari yang lain, kecuali kalau kebetulan tepat pada hari puasa yang dilakukan oleh seseorang di antara engkau semua," - misalnya bernazar kalau kekasihnya datang ia akan berpuasa, lalu datanglah kekasihnya itu tepat hari Jum'at, kemudian ia berpuasa pada hari itu juga. (Riwayat Muslim)
1758. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara engkau semua itu berpuasa pada hari Jum'at kecuali kalau suka berpuasa pula sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (Muttafaq 'alaih)
1759. Dari Muhammad bin Abbad, katanya: "Saya bertanya kepada Jabir r.a.: "Apakah benar Nabi s.a.w. melarang berpuasa pada hari Jum'at?" la menjawab: "Ya." (Muttafaq ‘alaih)
1760. Dari Ummul Mu'minin Juwairiyah binti al-Harits radhi-allahu 'anha bahawasanya Nabi s.a.w. masuk dalam rumahnya pada hari Jum'at dan ia sedang berpuasa, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau juga berpuasa kelmarin?" Juwairiyah menjawab: "Tidak." Beliau s.a.w. bertanya pula: "Adakah engkau berkehendak akan berpuasa juga besok?" la menjawab: "Tidak." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu berbukalah hari ini!" (Riwayat Bukhari)

Haramnya Mempersambungkan Dalam Berpuasa Iaitu Berpuasa Dua Hari Atau Lebih Dan Tidak Makan Serta Tidak Minum Antara Hari-hari Itu

1761. Dari Abu Hurairah dan Aisyah radhiallahu 'anhuma bahawasanya Nabi s.a.w. melarang puasa wishal - iaitu mempersambungkan puasa dua hari atau lebih tanpa berbuka sedikit pun. (Muttafaq 'alaih)
1762. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang berpuasa wishal - lihat keterangan wishal dalam Hadis
1761. Para sahabat lalu bertanya: "Tetapi sesungguhnya Tuan sendiri juga berpuasa wishal?" Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya ini tidak sama denganmu semua -dalam hal berpuasa wishal ini. Sesungguhnya saya juga diberi makan dan diberi minum." Maksudnya Allah Ta'ala memberi kekuatan kepada beliau s.a.w. itu seperti orang yang sudah makan dan minum. (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari

Haramnya Duduk Di Atas Kubur

1763. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Nescayalah kalau seseorang di antara engkau semua itu duduk di atas bara api, lalu terbakar pakaiannya, kemudian menembus sampai ke kulitnya, maka hal itu adalah lebih baik baginya daripada kalau ia duduk di atas kubur."    (Riwayat Muslim)

Larangan Memelur Kubur Dan Membuat Bangunan Di Atasnya

1764. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau kubur itu dipelur - ditegel atau disemen dan sebagainya, juga melarang kalau diduduki di atasnya dan kalau didirikan bangunan di atasnya."    (Riwayat Muslim)

Memperkeras Keharaman Melarikan Diri Bagi Seseorang Hamba Sahaya Dari Tuan Pemiliknya

1765. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Mana saja hamba sahaya yang melarikan diri maka terlepaslah tanggungan - Allah dan RasulNya - dari hamba sahaya itu," yakni ia tidak akan memperoleh kerahmatan Allah Ta'ala. (Riwayat Muslim)
1766. Dari Jabir r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Apabila seseorang hamba sahaya itu melarikan diri, maka tidak diterimalah shalatnya." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka ia telah menjadi kafir." Maksudnya: Dapat menjadi kafir kalau meyakinkan bahawa perbuatannya itu halal menurut agama dan kafir di sini dapat juga diertikan menutupi kenikmatan tuannya.
Haramnya Memberi Syafa'at — Yakni Pertolongan — Dalam Hal Melaksanakan Had-had Atau Hukuman ~ Sehingga Diurungkan Terlaksananya Hukuman Itu —

Allah Ta'ala berfirman: "Orang yang berzina, perempuan dan lelaki, maka jaladlah - yakni deralah - keduanya itu, masing-masing seratus kali dera. Janganlah engkau semua dipengaruhi oleh rasa belas kasihan kepada keduanya itu dalam melaksanakan agama yakni hukum Allah, jikalau engkau semua benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir."(An-nur: 2) 1767.
Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahawasanya orang-orang Quraisy disedihkan oleh peristiwa seorang wanita dari golongan Makhzum yang mencuri - dan wajib dipotong tangannya. Mereka berkata: "Siapakah yang berani memperbincangkan soal wanita ini dengan Rasulullah s.a.w.?" Kemudian mereka berkata: "Tidak ada rasanya seseorang pun yang berani mengajukan perkara ini - maksudnya untuk meminta supaya dimaafkan dan hukuman potong tangan diurungkan - melainkan Usamah bin Zaid, iaitu kecintaan Rasulullah s.a.w.
Usamah lalu membicarakan hal tersebut pada beliau s.a.w., kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau hendak meminta tolong dihapuskannya sesuatu had - hukuman - dari had-had yang ditentukan oleh Allah Ta'ala?" Seterusnya beliau berdiri dan berkhutbah: "Hanyasanya yang menyebabkan rosak akhlaknya orang-orang yang sebelumnya semua itu ialah kerana mereka itu apabila yang mencuri termasuk golongan orang mulia di kalangan mereka, orang tersebut mereka biarkan saja - yakni tidak diterapi hukuman apa-apa, sedang apabila yang mencuri itu orang yang lemah - miskin dan tidak berkuasa, maka mereka laksanakanlah hadnya.
Demi Allah yang mengurniakan keberkahan, andaikata Fathimah puteri Muhammad itu mencuri, nescayalah saya potong pula tangannya," yakni sekalipun anak sendiri juga harus diterapi hukuman sebagaimana orang lain. (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu berubahlah warna wajah Rasulullah s.a.w., kemudian bersabda: "Adakah engkau hendak meminta tolong dihapuskannya sesuatu had - hukuman - dari had- had yang ditentukan oleh Allah Ta'ala?" Usamah lalu berkata: "Mohonkanlah pengampunan untuk saya, ya Rasulullah." Yang meriwayatkan Hadis ini berkata: "Kemudian Nabi s.a.w. menyuruh didatangkannya wanita itu lalu dipotonglah tangannya."

Larangan Berberak Di Jalanan Orang-orang — Yakni Tempat Mereka Berlalu Lintas —, juga Di Tempat Mereka Berteduh Dan Di Tempat Mendatangi Air — Sumber-sumber Air — Dan Yang Seumpamanya

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti - yakni mengganggu - orang- orang mu'min, baik lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu kesalahan yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu sungguh-sungguh telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)
1768. Dari Abu Hurairah r.a. bahewasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua pada dua perkara yang melaknat," yakni menyebabkan orang yang melakukannya itu dilaknat oleh orang banyak. Para sahabat berkata: "Apakah dua perkara yang melaknat itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Iaitu yang menyendiri - maksudnya buang air besar atau kecil - di jalan orang-orang atau di tempat mereka berteduh." (Riwayat Muslim)

Larangan Kencing Dan Sebagainya Di Air Yang Berhenti — Yakni Tidak Mengalir —

1769. Dari Jabir r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. melarang kalau air yang berhenti - yakni yang tidak mengalir - itu dikencingi. (Riwayat Muslim)

Makruhnya Mengutamakan Seseorang Anak Melebihi Anak-anak Yang Lainnya Dalam Hal Menghibahkan — Yakni Memberikan Sesuatu

1770. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma bahawasanya ayahnya datang kepada Rasulullah s.a.w. dengan membawa- nya juga - yakni membawa an-Nu'man, lalu ayahnya itu berkata: 'Sesungguhnya saya memberikan seseorang bujang - hamba sahaya -kepada anakku ini. Hamba sahaya itu adalah milik saya." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adakah semua anakmu itu juga engkau beri semacam yang engkau berikan pada anak ini?" Ayah menjawab: 'Tidak." Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: "Kalau begitu tariklah kembali." Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adakah engkau berbuat sedemikian ini dengan semua anakmu?" Ayah menjawab: "Tidak." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah dan bersikap adillah dalam urusan anak-anakmu!" Ayah saya kembali lalu menarik lagi sedekah itu. Dalam riwayat lain lagi disebutkan: Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adakah semua anakmu itu engkau beri hibah seperti anak ini?" Ayah berkata: "Tidak." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu, janganlah engkau mempersaksikan kepada saya - yakni jangan menggunakan saya sebagai saksi, sebab sesungguhnya saya tidak akan suka menyaksikan atas dasar kecurangan." Dalam riwayat lain pula disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau menggunakan saya sebagai saksi atas sesuatu kecurangan." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Persaksikan sajalah kepada orang selain saya," kemudian beliau s.a.w. bersabda pula: "Adakah engkau merasa senang jikalau kebaktian anak-anakmu kepadamu itu sama keadaannya?" Ayah menjawab: "Ya." Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi: "Kalau begitu, jangan diteruskan-yakni memberi seseorang anak tanpa anak-anak yang lain." (Muttafaq 'alaih)

Haramnya Berkabung — Meninggalkan Berhias — Bagi Seseorang Wanita Atas Meninggalnya Mayat Lebih Dari Tiga Hari, Kecuali Kalau Yang Meninggal Itu Suaminya, Maka Berkabungnya Selama Empat Bulan Sepuluh Hari

1771. Dari Zainab binti Abu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya masuk ke tempatnya Ummu Habibah, iaitu isterinya Nabi s.a.w. ketika ayahnya iaitu Abu Sufyan bin Harb meninggal dunia. Ummu Habibah meminta harum-haruman - seperti minyak wangi dan sebagainya -yang berwarna kuning kerana keaslian kejadiannya atau kuning kerana lainnya - dengan dicampuri bahan penguning dalam membuatnya. la meminyaki seseorang jariyah - gadis - lalu mengenakannya pada pipinya sendiri, kemudian ia berkata: "Demi Allah, saya sebenarnya tidak memerlukan pada harum-haruman ini, hanya saja saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda di atas mimbar: "Tidak halallah bagi seseorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu kalau ia berkabung - dengan meninggalkan berhias dan sebagainya - kerana meninggal seorang mayat lebih dari tiga hari, kecuali kalau yang meninggal dunia itu ialah suaminya, maka berkabungnya itu adalah selama empat bulan sepuluh hari." Zainab - yang meriwayatkan Hadis ini - berkata lagi: "Selanjut-nya saya pernah masuk ke tempat Zainab binti Jahsy radhiallahu 'anha ketika saudaranya yang lelaki meninggal dunia. la meminta harum-haruman lalu mengenakan sekadarnya dari harum-haruman itu, kemudian ia berkata: "Sebenarnya, demi Allah saya tidak memerlukan menggunakan harum-haruman ini, hanya saja saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda di atas mimbar: "Tidak halallah bagi seseorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, kalau ia berkabung - dengan meninggalkan berhias dan sebagainya - kerana meninggalnya seseorang mayat, lebih dari tiga hari, kecuali kalau yang meninggal dunia itu adalah suaminya, maka berkabungnya itu adalah selama empat bulan sepuluh hari." (Muttafaq 'alaih)

Haramnya Menjualkannya Orang Kota Pada Miliknya Orang Desa Dan Menyongsong Penjual Di Atas Kenderaan, Juga Haramnya Menjual Atas Jualan Saudaranya — Sesama Muslim —, Jangan Pula Melamar Atas Lamaran Saudaranya, Kecuali Kalau la Mengizinkan Atau la Ditolak Lamarannya

1772. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau seseorang kota itu menjualkan untuk seseorang desa, sekalipun ia adalah saudaranya seayah dan seibu." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Orang kota menjual untuk orang desa itu maksudnya ialah umpama saja orang desa itu datang pada orang kota dengan membawa barang-barang yang diperlukan oleh umum. la meminta kepada orang kota supaya barang-barangnya itu dijualkan olehnya dengan harga menurut pasaran pada hari itu. Kemudian orang kota itu berkata padanya: "Biarkan di tempat saya sini saja untuk saya jualnya dengan perlahan-lahan." Cara inilah yang diharamkan sebab merugikan orang desa tersebut.
Tetapi kalau orang desa itu datang dengan membawa barang-barang yang kurang diperlukan oleh umum atau sekalipun banyak diperlukan umum, tetapi memang kemahuan orang desa itu sendiri meminta supaya dijualkan dengan perlahan-lahan, kemudian orang kota berkata: "Saya akan mengurus penjualan itu untukmu," atau ia berkata: "Serahkan sajalah penjualannya itu dengan mengikuti harga pada saat terjualnya," maka yang sedemikian ini tidak haram sama sekali.
1773. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua menyongsong kedatangan barang-barang dagangan sehingga ia diturunkan di pasar-pasar." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Menyongsong barang dagangan, maksudnya ialah sebelum orang yang memilikinya itu mengetahui harga pasaran, lalu ia membeli barang-barangnya tadi tanpa adanya permintaan dari-padanya. Hal ini sama haramnya, apakah maksud pembeli itu dengan niat menyongsong atau tidak, seperti seseorang yang sedang berburu lalu melihat orang yang datang dari pedalaman dengan membawa dagangan, kemudian membelinya dengan harga yang lebih rendah dari pasaran, padahal pembeli itu mengetahui dan penjual tidak mengetahui akan harga pasaran itu.
1774. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua menyongsong di atas kenderaan -yakni sebelum pemiliknya mengetahui harga pasar, lihat keterangan Hadis 1773 - dan jangan pula seseorang kota menjualkan untuk orang desa - lihat keterangan Hadis 1772." Thawus lalu berkata: "Apakah maknanya jangan seseorang kota menjualkan untuk orang desa itu?" Ibnu Abbas menjawab: "Iaitu janganlah orang kota menjadi makelar menjualkannya - yakni menjualnya perlahan-lahan dan harganya menurut harga hari itu." (Muttafaq 'alaih)
1775. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau orang kota menjualkan untuk orang desa - lihat keterangan Hadis 1772. Janganlah pula engkau sekalian icuh-mengicuh - lihat keterangan Hadis 1567, juga janganlah seseorang itu menjual atas jualan saudaranya - sesama Muslim - dan jangan pula ia melamar pada wanita yang dilamar oleh saudaranya-sesama Muslim. Jangan pula seseorang wanita minta diceraikannya saudari-nya - yakni sesama wanita, dengan maksud ia akan suka menjadi pencukup apa yang diwadahnya - yakni menjadi ganti dari isteri yang diceraikan tadi.
Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah s.a.w. melarang menyongsong dagangan di jalan, juga kalau seseorang muhajir - yakni orang kota-menjualkan untuk orang A'rab - yakni orang desa - dan kalau seseorang wanita meminta syarat untuk diceraikannya saudarinya - misalnya sewaktu ia akan dikahwin, lalu suka menerimanya dengan syarat bahawa nanti madunya itu akan diceraikan oleh suaminya, juga melarang kalau seseorang itu melebihkan harga dari harga saudaranya – sesama Muslim. Demikian pula beliau s.a.w. melarang pengicuhan dan tashriah - iaitu membiarkan binatang perahan tidak diperah dulu supaya banyak air susunya, sehingga menimbulkan kesukaan bagi orang yang menginginkan membelinya. (Muttafaq 'alaih)
1776. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah sebahagian dari engkau semua itu menjual atas penjualan sebahagian yang lainnya, jangan pula melamar atas lamaran saudaranya - sesama Muslim - kecuali kalau orang ini mengizinkan padanya." (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah lafaznya Imam Muslim.
1777. Dari Uqbah bin 'Amir r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min itu adalah saudaranya orang mu'min, maka tidak halallah kalau ia menjual atas jualan saudaranya itu dan jangan pula melamar atas lamaran saudaranya, sehingga saudaranya ini meninggalkan lamarannya - misalnya mengurungkan atau memberinya izin." (Riwayat Muslim)

Larangan Menyia-nyiakan Harta Yang Tidak Di Dalam Arah-arah Yang Diizinkan Oleh Syari'at Dalam Membelanjakannya

1778. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu redha untukmu semua akan tiga perkara dan benci untukmu semua akan tiga perkara pula. Allah redha untukmu semua, jikalau engkau semua menyembahNya dan tidak menyekutukan sesuatu denganNya dan jikalau engkau semua berpegang teguh dengan agama Allah dengan bersama-sama -penuh rasa persatuan - dan engkau semua tidak bercerai-berai. Allah benci untukmu semua akan qif dan qal - dikatakan dari sini mengatakan ke sana yakni huraian yang tidak ada kepastian benarnya, juga banyaknya pertanyaan serta menyia-nyiakan harta."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan sudah lalu huraian Hadis ini lihat Hadis no. 108.
1779. Dari Warrad, penulis al-Mughirah, katanya:" Al-Mughirah bin Syu'bah mendiktekan kepada saya dalam suratnya yang di-sampaikan kepada Mu'awiyah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. itu mengucapkan setiap habis mengerjakan shalat yang diwajibkan, iaitu - yang ertinya: "Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya.  BagiNya pulalah segala kerajaan dan segenap puji-pujian dan Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tiada yang dapat menolak terhadap apa yang telah Engkau kurniakan dan tidak ada yang kuasa memberi terhadap apa yang telah Engkau tolak dan tidak bergunalah kekayaan itu kepada orang yang memilikinya dari siksaMu."
Selain itu ditulisnya pula suratnya kepada Mu'awiyah itu bahawasanya Nabi s.a.w. melarang dari qil wa qal - yakni: dari si Anu dan kata si Anu, iaitu kata-kata tanpa kepastian benarnya, juga melarang menyia-nyiakan harta, memperbanyak pertanyaan. Beliau s.a.w. melarang pula berani pada para ibu, menanam anak-anak perempuan hidup-hidup dan mencegah - yakni tidak melaksanakan - apa-apa yang wajib atas dirinya serta meminta apa-apa yang bukan miliknya." (Muttafaq 'alaih)
Hadis ini sudah lalu huraiannya - lihat Hadis no. 340.
Larangan Beri syarat Kepada Seorang Muslim Dengan Menggunakan Pedang Dan Sebagainya Baik pun Secara Sungguh-sungguh Atau Senda gurau Dan Larangan Memberikan Pedang Dalam Keadaan Terhunus

1780. Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Janganlah seseorang itu berisyaratkan kepada saudaranya dengan menggunakan pedang, sebab sesungguhnya ia tidak mengetahui barangkali syaitan menusukkan apa yang di tangannya itu - pada saudaranya tadi, sehingga menyebabkan ia terjerumus dalam lubang neraka." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Abul Qasim - yakni Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang berisyarat kepada saudaranya dengan menggunakan besi, maka sesungguhnya para malaikat melaknatinya sehingga ia melemparkannya, sekalipun yang diberi isyarat itu adalah saudara seayah dan seibu." Sabdanya s.a.w.: Yanzi'a, ditulis dengan 'ain muhmalah serta kasrahnya zai, ada pula yang dengan ghain mu'jamah serta fathah-nya zai, maknanya berdekatan. Dengan 'ain muhmalah ertinya melempar dan dengan mu'jamah ertinya melempar dan merosakkan asal kata annaz'u itu ertinya ialah menusuk dan merosakkan.
1781. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau pedang itu diberikan - atau diterima - dalam keadaan terhunus." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.

Makruhnya Keluar Dari Masjid Sesudah Azan Kecuali Kerana Uzur, Sehingga Melakukan Shalat Yang Diwajibkan

1782. Dari Abu sysya'tsa, katanya: "Kita semua duduk-duduk bersama Abu Hurairah r.a. dalam masjid, lalu muadzdzin berazan, kemudian ada seorang lelaki berdiri dari masjid dan terus berjalan. Abu Hurairah mengikuti orang tersebut dengan pandangan matanya sehingga keluarlah orang tadi dari masjid. Abu Hurairah lalu berkata; "Orang itu benar-benar telah bermaksiat - yakni menyalahi ajaran - Abul Qasim - yakni Nabi Muhammad s.a.w." (Riwayat Muslim)

Makruhnya Menolak Harum-haruman Tanpa Adanya Uzur

1783. Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang ditawarkan kepadanya suatu harum-haruman maka janganlah ia menolaknya, sebab sesungguhnya harum-haruman itu ringan bawaannya serta harum baunya." (Riwayat Muslim)
1784. Dari Anas r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. tidak pernah menolak kalau ditawari harum-haruman. (Riwayat Bukhari) 

Makruhnya Memuji Di Muka Orang Yang Dipuji Jikalau Dikhuatirkan Timbulnya Kerosakan Padanya Seperti Menimbulkan Rasa Kehairanan Pada Diri Sendiri Dan Sebagainya, Tetapi Jawaz - Yakni Boleh - Bagi Seseorang Yang Aman Hatinya Dari Perasaan Yang Sedemikian Itu Jikalau Menerima Pujian Pada Dirinya

1785. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mendengar seseorang lelaki memuji pada orang lelaki lain dan mempersangat-kan dalam memujinya itu, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Engkau telah merosakkan orang itu atau engkau telah me-matahkan punggung orang itu." (Muttafaq 'alaih)
A l - I t h r a ' ertinya bersangatan dalam memberikan pujian.
1786. Dari Abu Bakrah r.a. bahawasanya ada seseorang lelaki disebut-sebut namanya di sisi Nabi s.a.w., lalu ada orang lelaki lain memujinya dengan menunjukkan kebaikannya, kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Celaka engkau, engkau telah mematahkan leher-nya." Beliau s.a.w. mengucapkan ini berulang-ulang. Selanjutnya sabdanya lagi: "Jikalau seseorang di antara engkau semua perlu harus memuji, maka hendaklah mengatakan: "Saya kira ia adalah demikian,demikian,apabila memang orang itu diketahuinya benar-benar seperti itu, sedang yang kuasa memperhitungkan amalannya adalah Allah jua dan tiadalah seseorang itu akan dianggap suci oleh Allah - hanya disebabkan banyaknya pujian yang diperolehnya dari orang-orang." (Muttafaq 'alaih)
1787. Dari Hammam bin al-Harits dari al-Miqdad r.a. bahawasanya ada seseorang lelaki yang sedang memuji Usman r.a., lalu al-Miqdad menuju tempat orang tadi, kemudian berjongkok atas kedua lututnya dan mulailah melempari orang itu dengan kerikil di mukanya. Usman lalu berkata padanya: "Mengapa engkau berbuat demikian?" Al-Miqdad menjawab: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua melihat orang-orang yang suka memuji, maka lemparkanlah tanah pada muka mereka itu." (Riwayat Muslim)
Hadis-hadis di atas itu menunjukkan larangan memberikan pujian. Tetapi ada pula Hadis-hadis yang banyak sekali jumlahnya dan shahih-shahih yang menerangkan bolehnya memberikan pujian itu. Para alim-ulama berkata: "Jalan mengumpulkan antara Hadis-hadis di atas - yang melarang dan yang membolehkan - ialah: Jikalau orang yang dipuji itu memiliki keimanan yang sempurna dan keyakinan yang baik, serta jiwa yang terlatih, demikian pula pengetahuan yang sempurna, sehingga tidak dikhuatirkan akan timbulnya fitnah dalam jiwanya sendiri apabila menerima pujian, juga tidak tertipu hatinya dengan demikian itu, malahan kalbunya tidak juga dapat dipermainkan dengan ucapan pujian tersebut, maka terhadap orang yang semacam ini pujian itu tidaklah haram dan tidak pula makruh. Tetapi jikalau dikhuatirkan akan adanya sesuatu dari perkara-perkara yang tersebut di atas, maka memuji itu adalah dimakruhkan di muka orang tersebut dengan kemakruhan yang sangat.
Dengan cara pemisahan sebagaimana di atas itu diturunkannya beberapa Hadis yang berselisihan tujuannya itu. Di antara Hadis-hadis yang menunjukkan bolehnya memuji itu ialah sabdanya Nabi s.a.w. kepada Abu Bakar r.a.: "Saya harap anda termasuk golongan orang-orang itu - yakni yang dapat diundang dari segala macam pintu syurga, lihat Hadis no. 1213 - untuk dapat masuk dari semuanya itu. Dalam Hadis Iain disebutkan: "Engkau bukan golongan orang-orang itu," yakni bukan golongan orang-orang yang melemberehkan sarungnya kerana ada tujuan kesom-bongan - lihat Hadis no. 788.
Demikian pula sabda Rasulullah s.a.w. kepada Umar r.a.: "Tidaklah syaitan itu melihat anda menempuh sesuatu jalan, melainkan ia akan menempuh jalan selain dari jalan yang anda lalui." Jadi Hadis-hadis mengenai bolehnya memberikan pujian itu banyak sekali dan sudah saya sebutkan sebahagian dari petikan-petikannya dalam kitab al-Adzkar - yang dikarang oleh Imam an- Nawawi pula.

Makruhnya Keluar Dari Sesuatu Negeri Yang Dihinggapi Oleh Wabak Penyakit Kerana Hendak Melarikan Diri Daripadanya Serta Makruhnya Datang Di Negeri Yang Dihinggapi Itu

Allah Ta'ala berfirman: "Di mana saja engkau semua berada, tentu akan dicapai oleh kematian, sekalipun dalam benteng-benteng tinggi dan kokoh penjagaannya." (an-Nisa': 78) Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan janganlah engkau semua menjerumuskan dirimu sendiri dalam kerosakan - yakni kebinasaan." (al-Baqarah: 195)
1788. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahawasanya Umar bin al Khaththab r.a. keluar berpergian ke Syam (Palestina), sehingga di waktu ia datang di Sarghu, dijemputlah ia oleh para pembesar tentera, iaitu Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan kawan-kawannya lalu mereka memberitahukan padanya bahawa di Syam timbul wabah penyakit tha'un - yakni kolera. Ibnu Abbas berkata: "Umar lalu berkata padaku: "Panggilkan-lah ke mari orang-orang dari golongan kaum muhajirin yang pertama kali - yakni orang-orang yang dahulu mengikuti jejak Rasulullah s.a.w. ketika berpindah dari Makkah ke Madinah." Saya mengundang mereka, lalu Umar meminta musyawarat - pertimbangan - dari mereka itu dan memberitahukan kepada mereka bahawa di Syam timbul wabah penyakit tha'un. Kaum muhajirin sama berselisih pendapat. Sebahagian dari mereka berkata: "Anda keluar untuk melaksanakan sesuatu perkara dan kita tidak mempunyai pendapat untuk menyetujui anda kembali."
Sebahagian dari mereka ada pula yang berkata: "Bersama anda ini juga banyak manusia yang Iain-Iain, juga para sahabat Rasulullah s.a.w. dan kita tidak ber-pendapat untuk menyetujui bahawa anda akan mengajukan mereka itu untuk menjadi umpan wabah penyakit tersebut." Umar lalu berkata: "Sekarang menyingkirlah dari tempatku ini!" Selanjutnya ia berkata: "Panggilkanlah ke mari orang-orang dari golongan kaum Anshar - yakni yang membela Rasulullah s.a.w. sedatangnya di Madinah dari Makkah."
Saya memanggil mereka, lalu Umar meminta musyawarah kepada mereka dan mereka ini menempuh jalan sebagaimana halnya kaum muhajirin dan mereka berselisih pendapat seperti juga kaum muhajirin tadi. Umar lalu berkata: "Sekarang menyingkirlah dari tempatku ini!" Seterusnya ia berkata: "Panggilkanlah ke mari orang-orang tua Quraisy dari golongan orang-orang yang berpindah sehabis dibebaskannya Makkah." Mereka saya panggil, kemudian ada dua orang yang tidak menyalahi akan pendapatnya - yakni hendak kembali. Mereka berkata: "Kita berpendapat supaya anda pulang saja dengan semua orang dan janganlah mengajukan mereka untuk menjadi umpan wabah penyakit itu." Umar kemudian berseru kepada seluruh manusia, katanya: "Sesungguhnya saya akan berpagi-pagi menaiki kenderaan - untuk kembali ke Madinah, maka dari itu supaya anda sekalian juga berpagi-pagi berangkat kembali." Abu Ubaidah bin al-Jarrah r.a. berkata: "Adakah anda kembali itu kerana lari dari takdir Allah?" Umar r.a. berkata: "Alangkah baiknya kalau selain anda yang mengeluarkan pembicaraan seperti itu, hai Abu Ubaidah."
Umar memang tidak senang kalau Abu Ubaidah menyalahi pendapatnya-iaitu hendak kembali, lalu Umar berkata: "Ya, kita memang lari dari takdir Allah untuk menuju kepada takdir Allah pula. Tahukah anda, andaikata anda mempunyai seekor unta lalu ia turun di suatu jurang yang di kanan kirinya ada tepi berupa lembah. Lembah yang satu subur, sedang yang lainnya tandus. Tidakkah kalau unta itu ter-gembala di lembah yang subur, maka ia pun tergembala dengan takdir Allah dan kalau pun ia tergembala di lembah yang tandus, ia pun tergembala dengan takdir Allah pula?" Ibnu Abbas berkata: "Selanjutnya datanglah Abdur Rahman bin Auf r.a. la di waktu itu sedang tidak ada kerana mengurusi sesuatu hajatnya sendiri. la kemudian berkata: "Sesungguhnya saya mempunyai pengetahuan mengenai persoalan ini. Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua mendengar adanya wabah tha'un itu di sesuatu negeri, maka janganlah engkau semua datang di tempat itu. Tetapi jikalau wabah itu hinggap di sesuatu negeri, sedang engkau semua sedang berada di situ, maka janganlah engkau semua keluar dari negeri itu." Umar r.a. lalu memuji syukur kepada Allah Ta'ala dan terus berangkat kembali pulang - ke Madinah." (Muttafaq 'alaih)
Al'Udwah ialah tepi jurang.
1789. Dari Usamah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau engkau semua mendengar menjangkitnya tha'un - kolera - di sesuatu negeri, maka janganlah engkau semua masuk ke situ tetapi apabila ia berjangkit di sesuatu negeri dan engkau semua sedang berada di situ, maka janganlah engkau semua keluar dari negeri tersebut." (Muttafaq 'alaih)

Memperkeras Keharamannya Sihir

Allah Ta'ala berfirman: "Sulaiman itu tidaklah kafir, tetapi syaitan-syaitan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada seluruh manusia," sampai habisnya ayat. (al-Baqarah: 102)
1790. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jauhilah olehmu semua akan tujuh hal yang merosakkan." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah tujuh macam hal yang merosakkan itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Iaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, melainkan dengan dasar kebenaran - menurut ketentuan-ketentuan Agama Islam, makan harta riba, makan harta anak yatim, mundur ke belakang di saat berkecamuknya peperangan serta mendakwa para wanita yang muhshan, mu'min lagi lalai - dengan dakwaan berzina." (Muttafaq 'alaih)

Larangan Berpergian Dengan Membawa Mushhaf - Yakni Kitab Suci Al-Quran - Ke Negeri Orang-orang Kafir, Jikalau Dikhuatirkan Akan Jatuhnya Mushhaf Itu Di Tangan Mereka

1791. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau al-Quran itu dibawa berpergian ke negeri musuh." (Muttafaq 'alaih)


Haramnya Menggunakan Wadah Yang Terbuat Dari Emas Dan Wadah Dari Perak Untuk Makan, Minum, Bersuci Dan Macam-macam Penggunaan Yang Lain- lain

1792. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seseorang yang minum dari wadah yang terbuat dari perak itu, hanyasanya ia memasukkan api neraka Jahanam dalam perutnya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan "Sesungguhnya orang yang makan atau minum dalam wadah yang terbuat dari emas dan perak - itu sebenarnya memasukkan api Jahanam dalam perutnya."
1793. Dari Hudzaifah r.a., katanya: "Sesungguhnya Nabi s.a.w. itu melarang kita dari mengenakan sutera tebal dan sutera tipis, juga minum dalam wadah yang terbuat dari emas dan perak." Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Semuanya itu untuk mereka - orang-orang kafir - di dunia dan untukmu semua nanti di akhirat." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Shahih-shahih Imam-imam Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mengenakan sutera tebal atau sutera tipis dan janganlah pula engkau semua minum dari wadah yang terbuat dari emas dan perak dan janganlah makan dari piring emas dan perak itu."
Haramnya Seseorang Lelaki Mengenakan Pakaian Yang Dibubuhi Minyak Za'faran

1795. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. melarang kalau seseorang lelaki itu berpakaian dengan dibubuhi minyak za'faran." (Muttafaq 'alaih)
1796. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. melihat saya mengenakan dua baju yang disumba dengan ashfar-kuning warnanya." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Adakah ibumu yang menyuruhmu mengenakan pakaian ini?" Saya berkata: "Apakah saya cuci saja kedua pakaian ini - supaya luntur warnanya? Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Bahkan bakar sajalah keduanya itu." Dalam riwayat lain disebutkan: "Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya pakaian macam ini adalah dari golongan pakaian - pakaiannya orang-orang kafir, maka janganlah engkau mengenakannya." (Riwayat Muslim)

Larangan Berdiam - Tidak Berbicara Sehari Sampai Malam

1797. Dari Ali r.a., katanya: "Saya menghafal Hadis dari Rasulullah s.a.w., iaitu sabdanya: "Tidak ada keyatiman apabila telah bermimpi - maksudnya sudah akil baligh - dan tidak boleh berdiam - tidak berbicara - sehari sampai malam." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan. Al-Khaththabi berkata dalam menafsiri Hadis ini, demikian: "Termasuk golongan salah satu di antara cara ibadat di zaman Jahiliyah ialah berdiam diri - yakni tidak berbicara. Lalu mereka itu dilarang berbuat demikian dalam Islam dan diperintah untuk berzikir serta bercakap-cakap dengan baik-baik."
1798. Dari Qais bin Abu Hazim, katanya: "Abu Bakar as-Shiddiq masuk ke tempat seorang wanita dari suku Ahmas dan bernama Zainab. la melihat wanita itu tidak bercakap-cakap, lalu ia berkata: "Mengapa wanita itu tidak bercakap-cakap." Orang-orang berkata: "la sengaja berdiam diri - tidak bercakap-cakap." Kemudian Abu Bakar berkata kepada wanita itu: "Berbicaralah engkau, sebab kelakuan sedemikian itu tidak halal. Ini adalah dari kelakuan orang Jahiliyah." Selanjutnya wanita itupun berbicaralah. (Riwayat Bukhari)

Haramnya Seseorang Mengaku Nasab - Atau Keturunan - Dari Seseorang Yang Bukan Ayahnya Dan Mengaku Diperintah Oleh Orang Yang Bukan Walinya - Yakni Yang Tidak Berhak Memerdekakannya

1799. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengaku - sebagai nasab atau keturunan - kepada orang yang bukan ayahnya, sedang ia mengetahui bahawa orang itu memang bukan ayahnya, maka syurga adalah haram atasnya." (Muttafaq 'alaih)
1800. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua membenci kepada ayahmu sendiri - sehingga mengaku orang lain sebagai ayahnya, kerana barangsiapa yang membenci ayahnya sendiri, maka perbuatan itu menyebabkan kekafiran," yakni dapat kafir kalau meyakinkan bahawa perbuatan- nya itu halal menurut agama atau dapat diertikan kafir yakni menutupi hak ayahnya atas dirinya sendiri. (Muttafaq 'alaih)
1801. Dari Yazid bin Syarik bin Thariq, katanya: "Saya melihat Ali r.a. di atas mimbar dan saat itu ia sedang berkhutbah. Saya mendengarkannya. la berkata: "Tidak ada, demi Allah. Kita tidak mempunyai kitab yang perlu kita baca, melainkan Kitabullah -yakni al-Quran - dan apa-apa yang terdapat dalam lembaran ini." Selanjutnya Ali membeberkan lembaran itu, di dalamnya terdapat persoalan umur-umur unta dan catatan-catatan hal-hal mengenai soal luka-melukai. Di dalamnya terdapat pula sabdanya Rasulullah s.a.w., demikian: "Madinah adalah tanah suci, iaitu antara daerah 'Air sampai Tsaus - nama sebuah gunung kecil. Barangsiapa yang melakukan sesuatu kesalahan di situ - seperti membuat kebid'ahan atau mengerjakan tindak kezaliman atau apa-apa yang menyakiti kaum Muslimin - atau memberi tempat kepada orang yang melakukan kesalahan tadi, maka atas orang itu adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalan wajib atau sunnahnya. Pertanggungan terhadap diri kaum Muslimin itu adalah satu - yakni sama haknya, berlaku pula kepada orang yang terendah di kalangan mereka itu mengenai pertanggungan tadi. Maka barangsiapa yang mengacaukan keamanan seseorang Muslim, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalan wajib atau sunnahnya. Selanjutnya barangsiapa yang mengaku bernasab atau berketurunan dari seseorang yang selain ayahnya atau menisbahkan dirinya kepada seseorang yang bukan walinya - yakni yang tidak berhak untuk memerdekakan dirinya, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak menerima amalan wajib atau sunnahnya." (Muttafaq 'alaih)
Dzimmatul Muslimin, yakni janji pertanggungan terhadap mereka serta amanat mereka. Akhfarahu ertinya merosakkan janji -atau mengacaukan keamanan. Ashsharfu ialah taubat - dan ada yang mengatakan ertinya itu ialah amalan wajib, ada lagi yang mengerti-kan tipudaya. Adapun Al'adlu ertinya ialah tebusan - dan ada yang memberi erti: amalan sunnah.
1802. Dari Abu Zar r.a. bahawasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang pun yang mengaku bernasab atau berketurunan kepada seseorang yang selain ayahnya, sedangkan ia mengetahui akan hal itu, melainkan kafirlah ia - lihat erti kafir dalam Hadis no. 1800. Dan barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan miliknya, maka ia tidaklah termasuk golongan kita - kaum Muslimin - dan hendaklah ia menduduki tempat dari neraka. Juga barangsiapa yang mengundang seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia berkata bahawa orang itu musuh Allah, sedangkan orang yang dikatakan tadi sebenarnya tidak demikian, melainkan kembalilah - kekafiran atau sebutan musuh Allah - itu kepada dirinya sendiri." (Muttafaq'alaih)
Ini adalah lafaz dalam riwayat Imam Muslim.

Menakut-nakuti Dari Mengumpulkan Apa-apa Yang Dilarang Oleh Allah 'Azza Wa Jalla Serta Oleh Rasulullah s.a.w.

Allah Ta'ala berfirman: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasulullah itu takut, jangan sampai mereka ditimpa oleh fitnah ataupun terkena siksa yang pedih." (an- Nur: 63)
Allah Ta'ala juga berfirman: "Allah menakut-nakuti engkau semua, supaya engkau semua mengerjakan kewajibanmu terhadap Allah itu sendiri." (ali-lmran: 30)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Sesungguhnya siksa Tuhanmu itu adalah amat kerasnya." (al-Buruj: 12)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan demikianlah hukuman Tuhanmu apabila Dia memberi hukuman pada negeri-negeri yang penduduknya melakukan kezaliman - yakni kesalahan, sesungguhnya hukuman Tuhan itu adalah pedih dan sangat." (Hud: 102)
1803. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu cemburu dan kecemburuan Allah itu ialah apabila seseorang manusia itu mendatangi apa-apa yang diharamkan oleh Allah atas dirinya." (Muttafaq 'alaih)

Apa-apa Yang Perlu Diucapkan Dan Dikerjakan Oleh Seseorang Yang Mengumpulkan Apa-apa Yang Dilarang - Oleh Agama - Atas Dirinya

Allah Ta'ala berfirman: "Dan apabila engkau ditipu oleh syaitan dengan suatu tipuan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah." (al-A'raf: 200)
Allah Ta'ala juga berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu, apabila mereka ditipu oleh syaitan yang datang berkunjung, mereka lalu ingat kembali dan mereka pun dapat mempunyai pandangan - mana yang seharusnya dikerjakan." (al-A'raf: 201)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan orang-orang yang berbuat kebaikan itu, apabila menger-jakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka lalu ingat kepada Allah, kemudian mohonkan pengampunan kerana dosa mereka itu. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa melainkan Allah? Dan mereka itu tidak terus mengulangi perbuatan buruk itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah pengampunan dari Tuhan mereka serta syurga yang di bawahnya mengalirlah beberapa sungai. Kekallah mereka di dalamnya dan itulah pahalanya orang-orang yang beramal." (ali-lmran: 135-136)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, semua saja, hai sekalian orang-orang yang beriman, supaya engkau semua memperolehi kebahagiaan." (an-Nur: 31)
1804. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang bersumpah, lalu ia mengatakan dalam sumpahnya itu dengan menggunakan kata-kata berhala Allata dan Al'uzza, maka hendaklah ia segera mengucapkan: La ilaha illallah. Dan barangsiapa yang mengucapkan kepada kawannya: "Mari, saya ajak engkau berjudi," maka hendaklah ia segera bersedekah -sebagai tebusan dari kata-kata yang buruk itu." (Muttafaq 'alaih)









Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More