New Templates

Kamis, 02 Juni 2011

Malu Dan Keutamaannya Dan Menganjurkan Untuk Berakhlak Dengan Sifat Malu Itu

679. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui seorang lelaki dari golongan kaum Anshar dan ia sedang menasihati saudaranya tentang hal sifat malu - yakni malu mengerjakan kejahatan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Biarkanlah ia, sebab sesungguhnya sifat malu itu termasuk dari keimanan." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Malu itu ada yang baik dan ada yang jelek. Malu menjalani sesuatu kemungkaran dan kemaksiatan atau umumnya larangan agama atau hal-hal yang syubhat adalah terpuji dan sangat baik. Tetapi malu menjalankan ketaatan kepada Allah, misalnya malu bersembahyang kerana baru saja menyedari kebenaran beragama, malu pergi ke masjid, malu kalau tidak suka diajak berdansa , malu kalau menolak berjabatan tangan dengan wanita (bagi seorang lelaki), semuanya itu adalah tercela dan tidak ada kebaikannya sama sekali.
Dalam hal ini ada sebuah Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari yang diterima dan' Abu Mas'ud iaitu Uqbah al-Anshari, mengatakan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya di antara hal-hal yang ditemui (didapatkan) dari ucapan kenubuwatan yang pertama ialah: Apabila kamu tidak malu, maka lakukanlah apa saja yang kamu kehendaki."
Adapun Hadis di atas itu mengandungi pengertian sebagai ancaman atau untuk menakut-nakuti pada seseorang yang hendak berbuat semahu-mahunya. Jadi maksudnya ialah: "Kalau kamu tidak malu kepada Allah dalam melakukan kemungkaran dan kemaksiatan itu, terserahlah, kamu boleh melakukan apa-apa yang kamu inginkan dan sesuka hati mulah. Tetapi ingatlah bahawa setiap sesuatu itu ada balasannya, baik di dunia atau pun di akhirat."
Ada pula sebahagian alim-ulama yang berpendapat bahawa maksud Hadis di atas itu adalah untuk menunjukkan kebolehan sesuatu kelakuan. Jelasnya: "Kalau kamu hendak melakukan sesuatu, sekiranya kamu tidak malu kepada Allah dan para manusia, sebab memang bukan larangan agama, baik sajalah kamu lakukan. Tetapi sekalipun agama membolehkan, kalau kamu malu, tidak kamu lakukan pun baik juga jikalau hal itu termasuk sesuatu jawaz (yakni bukan hal yang wajib atau sunnah).  Jadi baik dilakukan atau ditinggalkan sama saja bolehnya."

680. Dari  Imran bin Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Sifat malu itu baik seluruh akibatnya." Atau beliau s.a.w. bersabda: "Malu itu semuanya baik akibatnya."
Yang dimaksud itu ialah malu mengerjakan kejahatan atau hal-hal yang tidak sopan menurut pandangan umum. Adapun malu mengerjakan kebaikan, maka amat tercela dan tidak dibenarkan oleh agama.

681. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Keimanan itu ada tujuh puluh lebih - tiga sampai sembilan -atau keimanan itu cabangnya ada enam puluh lebih - tiga sampai sembilan. Seutama-utamanya ialah ucapan La ilaha illallah dan serendah-rendahnya ialah menyingkirkan apa-apa yang berbahaya -semacam batu, duri, lumpur, abu kotoran dan Iain-Iain sebagainya -dari jalanan. Sifat malu adalah suatu cabang dari keimanan itu." (Muttafaq 'alaih)

682. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu lebih sangat sifat malunya daripada seorang perawan dalam tempat persembunyiannya - yakni perawan yang baru kahwin dan berada dalam biliknya dengan suami yang belum pernah dikenalnya. la amat sangat malu kepada suaminya itu. Jikalau beliau s.a.w. melihat sesuatu yang tidak disenangi, maka kita dapat melihat itu nampak di wajahnya." (Muttafaq 'alaih)

Para alim-ulama berkata: "Hakikat sifat malu itu ialah suatu budi pekerti yang menyebabkan seseorang itu meninggalkan apa-apa yang buruk dan menyebabkan ia tidak mahu lengah untuk menunaikan haknya seseorang yang mempunyai hak." Kami meriwayatkan dari Abul Qasim al-Junaid rahimahullah, katanya: "Malu ialah perpaduan antara melihat berbagai macam kenikmatan atau kurnia dan melihat adanya kelengahan, lalu tumbuhlah di antara kedua macam sifat yang di atas tadi suatu keadaan yang dinamakan sifat malu."

Haramnya  Bersikap Sombong Dan  Merasa  Hairan Pada Diri Sendiri

Allah Ta'ala berfirman:
"Perumahan akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak hendak berbuat sewenang-wenang di bumi dan tidak perlu hendak melakukan kerosakan, sedang kesudahan - yang baik -adalah untuk orang-orang yang bertaqwa." (al-Qashash: 83)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong." (al-lsra': 37)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Janganlah engkau memalingkan muka dan para manusia sebab kesombongan dan janganlah berjalan di bumi dengan takabbur, sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada setiap orang yang sombong dan membanggakan diri." (Luqman: 18)
Makna tusha'-'ir khaddaka ialah engkau membuang muka atau memalingkannya dari orang banyak kerana berlagak sombong kepada mereka itu, sedang almarah atau maraha ialah kesombongan atau takabbur.
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya Qarun itu termasuk dalam golongan kaumnya Musa, tetapi ia melakukan aniaya kepada mereka. Kami memberikan kepadanya gedung simpanan kekayaan yang anak kuncinya saja berat dipikul oleh sekumpulan orang yang kuat. Perhatikanlah ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah engkau bergembira - melampaui batas, sesungguhnya Allah itu tidak senang kepada orang yang bergembira - secara melampaui batas - itu," sehingga firmanNya: "Kemudian ia dan rumahnya Kami benamkan ke dalam tanah," sampai akhirnya ayat-ayat itu.

610. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak dapat masuk syurga seseorang yang dalam hatinya ada sifat kesombongannya seberat debu." Kemudian ada orang berkata: "Sesungguhnya seseorang itu ada yang senang jikalau pakaiannya itu baik dan terumpahnya pun baik." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang banyak." (Riwayat Muslim)
Batharulhaqqi ialah menolak kebenaran dan mengembalikannya kepada orang yang mengucapkannya itu - yakni memberikan bantahan pada kebenaran tadi, sedang ghamthun-nasi ialah menghinakan para manusia.

611. Dari Salamah bin al-Akwa' r.a. bahawasanya ada seorang lelaki makan di sisi Rasulullah s.a.w. dengan menggunakan tangan kirinya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Makanlah dengan menggunakan tangan kananmu." Orang itu berkata: "Saya tidak dapat makan sedemikian itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Tidak dapat engkau?" Ia berbuat sedemikian itu tidak ada yang mendorongnya, melainkan kesombongannya juga. Salamah berkata: "Orang itu akhirnya benar-benar tidak dapat mengangkat tangan kanannya ke mulutnya," yakni tangannya terus cacat untuk selama-lamanya, sebab tidak dapat digunakan apa-apa. (Riwayat Muslim)

612. Dari Haritsah bin Wahab r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah saya memberitahukan padamu semua, siapakah ahli neraka itu? Mereka itu ialah orang yang keras  kepala,  suka   mengumpulkan  harta  tetapi  enggan  membelanjakannya - untuk kebaikan - lagi bersikap sombong." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan  Hadis  ini telah dihuraikan dalam  bab Golongan orang-orang lemah dari kaum Muslimin - lihat Hadis no. 252.

613. Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Syurga dan neraka berbantah-bantahan. Neraka berkata: "Di tempatku ada orang-orang yang gagah-gagah - suka menekankan kemahuannya pada orang banyak - lagi orang-orang yang sombong." Syurga berkata: "Di tempatku adalah orang-orang yang lemah dan kaum miskin." Allah kemudian memberikan keputusan antara kedua makhluk ini, firmanNya: "Sesungguhnya engkau syurga adalah kerahmatanKu dan denganmu lah Aku merahmati siapa saja yang Ku kehendaki, sedang sesungguhnya engkau neraka adalah siksaKu yang denganmu lah Aku menyiksa siapa saja yang Ku kehendaki. Masing-masing dari keduamu itu atas tanggungan Ku lah perkara isinya." (Riwayat Muslim)

614. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Allah tidak akan melihat pada hari kiamat nanti kepada seseorang yang menarik sarungnya - yakni melemberehkan pakaiannya sampai ke bawah kaki - dengan tujuan kesombongan." (Muttafaq 'alaih)

615. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Ada tiga macam orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak pula menganggap mereka sebagai orang bersih - dari dosa, juga tidak hendak melihat mereka itu dan bahkan mereka akan memperolehi siksa yang pedih sekali, iaitu orang tua yang berzina, raja-kepala negara-yang suka membohong dan orang miskin yang sombong." (Riwayat Muslim)

616. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Allah 'Azzawajalla berfirman - dalam Hadis Qudsi: "Kemuliaan adalah sarungKu dan kesombongan adalah selendangKu. Maka barangsiapa yang mencabut salah satu dari kedua pakaianKu itu, maka pastilah Aku menyiksa padanya," ertinya mencabut ialah merasa dirinya paling mulia atau berlagak sombong. (Riwayat Muslim)

617. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang berjalan dengan mengenakan pakaian yang merasa hairan - bangga - dengan dirinya sendiri, ia menyisir rapi-rapi akan rambutnya lagi pula berlagak sombong di waktu berjalan, tiba-tiba Allah membenamkannya, maka ia tenggelamlah dalam bumi sehingga besok hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)

618. Dari Salamah bin al-Akwa' r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tidak henti-hentinya seseorang itu menyombongkan dirinya sehingga dicatatlah ia dalam golongan orang-orang yang bongkak, maka akan mengenai pada orang itu bahaya yang juga mengenai golongan manusia-manusia yang bongkak."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
Yadz-habu binafsihi ertinya merasa dirinya tinggi dan juga berlaku sombong

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More